Halaqah 38: Beriman dengan Ru’yatullah (Melihat Allah) di Hari Kiamat (Bagian 1)

Halaqah yang ke-38 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah adalah tentang beriman dengan ru'yatullah (melihat Allah di hari kiamat bagian 1.

Masuk kita pada pembahasan yang baru yaitu tentang keimanan dengan Ar-Ru’yah Yaumal Qiyamah beriman dengan ru’yatullah yaitu melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat.

Beliau mengatakan rahimahullah dalam tema / judul yang baru yaitu

الإِيمَانُ بِالرُّؤْيَةِ يَوْمَ القِيَامَةِ

Beriman dengan Ar-Ru’yah di hari kiamat.

Berkata Al Imam Ahmad

وَالإِيمَانُ بِالرُّؤْيَةِ يَوْمَ القِيَامَةِ

Dan beriman dengan ru’yah di hari kiamat, yang dimaksud dengan ru’yah adalah melihat dan melihat di sini adalah melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat.

Diantara keyakinan Ahlussunnah Wal Jamaah yang di dalam keyakinan ini ada sebagian ahlul bid’ah yang menyelisihi adalah keyakinan melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat, sehingga tidak heran di sini Al Imam Ahmad ibn Hanbal memasukkan aqidah ini di dalam Ushulus Sunnah karena memang di sana ada ahlul bid’ah yang mereka menyelisi ahlussunnah di dalam masalah aqidah ini, mereka mengingkari ru’yatullah yaumal qiyamah, meyakini bahwasanya kita tidak akan melihat Allah subhanahu wata'ala baik di dunia maupun di akhirat.

Maka apa yang menjadi keyakinan Ahlussunnah Wal Jamaah itulah yang benar berdasarkan dalil-dalil yang shahih dengan pemahaman yang benar, sehingga Al Imam Ahmad ibn Hambal dan juga selain beliau, ulama-ulama yang mereka menulis tentang masalah aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah mereka menyebutkan tentang masalah ru’yah ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kemudian juga Al Imam At-Thahawi di dalam Al Aqidah At-Thahawiyah dan juga yang lain.

Kita lihat mereka mendatangkan permasalahan ini karena memang ini diantara yang membedakan antara ahlussunnah dengan ahlul bid’ah yaitu masalah melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat.

Beliau mengatakan beriman

وَالإِيمَانُ بِالرُّؤْيَةِ يَوْمَ القِيَامَةِ كَمَا رُوِيِ عَنِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- مِنَ الأَحَادِيثِ الصِّحَاحِ

Beriman dengan melihat, yaitu melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat sebagaimana hal ini diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari hadits-hadits yang shahih. Diantara hadits yang shahih yang berbicara tentang melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat adalah hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, diucapkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika suatu saat Beliau shallallahu 'alaihi wasallam sedang duduk bersama sebagian sahabatnya kemudian Beliau shallallahu 'alaihi wasallam melihat bulan dan saat itu Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan kepada para sahabatnya

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ، كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القَمَرَ، لاَ تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ

Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini, kalian tidak saling mendzhalimi satu dengan yang lain.

Ini kabar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang sangat jelas bahwasanya kita orang-orang yang beriman baik itu pengikut Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maupun orang-orang yang beriman sebelum kita Ahlul Jannah secara umum mereka akan melihat Allah subhanahu wata'ala sebagaimana kita melihat bulan.

Dan ucapan Beliau shallallahu 'alaihi wasallam “sebagaimana kalian melihat bulan” diterangkan oleh ucapan Beliau shallallahu 'alaihi wasallam setelahnya, apakah maksudnya adalah menyamakan Allah subhanahu wata'ala dengan bulan tentunya ini adalah sesuatu yang mustahil karena Allah subhanahu wata'ala mengatakan

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala.

Yang disamakan di sini bukan yang dilihat tetapi yang disamakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di sini adalah bagaimana cara melihatnya, yaitu sebagian mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata'ala berada di atas sebagaimana bulan berada di atas, kemudian yang kedua adalah disamakan dari sisi tidak saling berdesak-desakan tidak saling mendzhalimi satu dengan yang lain, sebagaimana kalau kita melihat bulan masing-masing berada di tempatnya kita tidak saling mendzhalimi satu dengan orang lain karena bulan purnama sangat jelas dilihat oleh manusia di Bumi dimanapun mereka, baik yang ada di gunung yang ada di lautan yang ada di daratan masing-masing melihat bulan tersebut di tempatnya tidak saling mendzhalimi satu dengan yang lain.

Sebagaimana kita di dunia kita melihat bulan dalam keadaan tidak mendzhalimi satu dengan yang lain dan kita melihat ke arah atas maka demikian pula kelak kita di hari kiamat di dalam surga orang-orang yang beriman akan melihat Allah subhanahu wata'ala tanpa saling mendzhalimi satu dengan yang lain.

Sebagian membaca

لاَ تَضَامُّونَ

kalian tidak saling berdesak-desakan, maknanya sama dengan tidak saling mendzhalimi karena di antara akibat berdesak-desakan terkadang adalah mendzhalimi orang lain mendorong misalnya, timbangannya hampir sama yaitu kalian tidak saling berdesak-desakan kalian tidak saling mendzhalimi satu dengan yang lain.

Jadi yang disamakan di sini adalah bagaimana mereka melihat Allah subhanahu wata'ala saat itu bukan menyamakan Allah subhanahu wata'ala dengan bulan.

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ، كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القَمَرَ، لاَ تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Beliau adalah ash-shadiqul masduq (orang yang benar / jujur dan yang dibenarkan), tidak boleh kita mendustakan apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url