Halaqah 11: Penjelasan Pokok Ketiga Kitab Ushulussittah (Bagian 2)
Materi HSI pada halaqah ke-11 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushulussittah adalah tentang penjelasan pokok ketiga kitab Ushulussittah bagian 2. Kemudian beliau (rahimahullah) mengatakan:
فَبَيَّنَ النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ هَذَا بَيَانًا شَائِعًا ذَائِعًا بِكُلِّ وَجْهٍ مِنْ أَنْوَاعِ الْبَيَانِ شَرْعًا وَقَدَرًا
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menjelaskan perkara ini dengan penjelasan yang cukup dengan berbagai uslub (cara) baik secara syar’iat maupun dengan taqdir.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan pentingnya mendengar dan taat kepada penguasa dengan penjelasan yang sangat jelas. Didalam Al Quran dan dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam didalam hadits-hadits yang shahih baik dengan tinjauan syar’iat maupun dari segi taqdir.
Didalam Al Quran diantaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada rasul, dan ulil amri “diantara kalian” (QS. An-Nissa’: 59)
Dan yang dimaksud dengan ulil amri disini adalah para ulama dan para pemerintah (para penguasa). Allah mengatakan kepada orang-orang beriman:
“Wahai orang-orang yang beriman (yang merasa bahhwasanya dia beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat, beriman kepada kitab-kitab, beriman kepada para rasul, beriman kepada hari akhir, beriman kepada taqdir) Hendaklah kalian taat kepada Allah dan taat kepada rasul dan orang yang memerintah diantara kalian”
Ulil amri sebagaimana disebutkan oleh para mufasirin adalah para ulama dan juga para umara, kita diperintah untuk mentaati mereka, dan ini menunjukkan tentang wajibnya mentaati pemerintah dan juga penguasa, karena Allah mengatakan, أَطِيعُوا۟ (hendaklah kalian mentaati).
Namun ketaatan kepada seorang penguasa dan pemerintah bukanlah ketaatan yang mutlaq, berbeda dengan ketaatan kepada Allah dan rasul Nya. Oleh karena itu ketika menyebutkan Allah dan juga rasul Nya, didahului dengan kalimat أَطِيعُوا۟.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ
Karena ketaatan kepada Allah dan rasul Nya adalah ketaatan yang mutlaq.
Adapun ketika menyebutkan ulil amri maka Allah mengatakan وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ (dan pemerintah diantara kalian) Karena ketaatan kepada pemerintah dan penguasa bukanlah ketaatan yang mutlaq, akan tetapi ketaatan yang berada didalam ketaatan, ketaatan di dalam ketaatan kepada Allah dan rasul Nya.
Apabila seorang pemerintah dan penguasa, memerintah dengan perkara yang sesuai dengan syar’iat, sesuai dengan kehendak Allah dan rasul Nya, maka perintah tersebut harus ditaati.
Namun apabila dia memerintah dengan kemaksiatan dengan sebuah dosa dengan sebuah perkara yang bertentangan dengan syar’iat Allah Subhanahu wa Ta’ala maka perintah tersebut tidak boleh ditaati.
Adapun didalam hadits maka diantara dalil yang menunjukkan penting dan wajibnya kita mendengar dan taat kepada pemerintah adalah tadi yang kita sebutkan ketika beliau (shallallahu ‘alayhi wa sallam) berwasi’at kepada para shahabat.
- Wasi’at dengan ketaqwaan.
- Wasi’at dengan mendengar dan taat kepada penguasa meskipun yang berkuasa adalah seorang budak dari Habasyah.
Dan diantara dalilnya dari sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam adalah ucapan Ubadah ibnu Shamid ketika beliau mengatakan:
بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا، وَيُسْرِنَا، وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا
“Kami dahulu membaiat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam untuk mendengar dan taat baik ketika kami dalam keadaan semangat maupun dalam keadaan malas baik dalam kesusahan maupun dalam kemudahan”
Mendengar dan taat meskipun harus diambil sebagian dari hak kami, baik hak harta maupun yang lain. Meskipun diambil sebagian hak kita, baik harta maupun yang lain, maka tidak boleh ini menjadikan kita keluar dari ketaatan kepada pemerintah.
Kemudian beliau mengatakan:
وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ
“Dan kami telah membaiat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam untuk tidak memberontak, untuk tidak mengambil kekuasaan dari yang memiliki”
Ini adalah isi dari baiat para shahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, diantaranya adalah supaya kita tidak mengambil kekuasaan dari pemiliknya.
Yaitu memberontak kepada pemerintah, memberontak kepada penguasa yang sah, maka ini diharamkan didalam agama kita.
Kemudian beliau mengatakan:
إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا، عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ.
“Kecuali apabila engkau melihat kekufuran yang jelas kekafiran yang jelas dari pemerintah tersebut dan engkau memiliki dalil (memiliki burhan) yang sangat jelas yang tidak ada kesamaran didalamnya maka dalam keadaan seperti itu boleh seseorang memberontak”
Yaitu apabila melihat kekufuran, dan disini beliau mengatakan كُفْرًا بَوَاحًا (kekufuran yang jelas) artinya, bukan sekedar keragu-raguan atau kekufuran yang samar, kekufuran yang jelas maksudnya adalah kekufuran yang semua umat Islam bersepakat atas kekufuran tersebut.
Dan disana ada dalil yang jelas didalam Al Quran maupun hadits yang mengatakan bahwasanya ini adalah sebuah kekufuran dan bukan hanya sekedar keraguan, bukan sekedar kemaksiatan. Engkau memiliki dalil dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas masalah tersebut.
Dan para ulama menyebutkan ini adalah perkecualian, dan ini menunjukkan kepada kita hanya sekedar melihat kemaksiatan yang dilakukan oleh seorang penguasa maka ini tidak menjadikan dan tidak membolehkan seseorang untuk keluar dan memberontak kepada pemerintah, karena beliau mengatakan كُفْرًا بَوَاحًا (sebuah kekafiran yang sangat jelas).
Adapun hanya melihat kemaksiatan yang dilakukan oleh pemerintah, maka ini tidak boleh menjadikan seseorang keluar dan memberontak kepada pemerintah tersebut.
Yang dinamakan dengan korupsi, maka ini adalah sebuah kemaksiatan dan bukan kekufuran dan tidak boleh menjadikan seseorang atau menjadikan seseorang memberontak dan keluar kepada pemerintah.
Berbuat zhalim adalah kemaksiatan, kemaksiatan tersebut akan ditanyakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada penguasa di hari kiamat, kemaksiatan dia adalah untuk dia sendiri dan kewajiban kita adalah mendengar dan taat kepada pemerintah tersebut, selama perintah tersebut sesuai dengan syar’iat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ucapan beliau:
إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا
Menunjukkan kepada kita bahwasanya kemaksiatan tidak menjadikan seseorang keluar dari ketaatan kepada pemerintah kita.
Dan disini beliau memberikan syarat-syarat yang ketat sebuah kekafiran dan kekafiran tersebut adalah kekafiran yang sangat jelas dan memiliki dalil yang sangat kuat.