Halaqah 58: Pembahasan Dalil Kelima Hadits Dari Sahabat Abdillah Bin Amr Radhiyallohu ‘Anhu (Bagian 2)
Halaqah yang ke-58 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Kalau kita teliti banyak sekali apa yang diamalkan oleh ahlul bid’ah dan lain-lain ternyata memang ada asalnya di dalam agama orang-orang Bani Israil. Contoh, misalnya menjadikan kuburan sebagai masjid. Ini ada asalnya di dalam apa yang dilakukan oleh Bani Israil.
Nabi Shallallâhu Alaihi Wasallam mengatakan :
ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم وصالحيهم مساجد، ألا فلا تتخذوا القبور مساجد؛ فإنيي أنهاكم عن ذلك (رواه مسلم)
Man Kana qoblakum di sini adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Kemudian ulama yang mereka tidak mengamalkan ilmunya, maka ini ada di dalam diri orang-orang Yahudi. Orang yang semangat beramal tapi tidak berdasarkan ilmu, sebagaimana ini adalah ahlul bid’ah, maka ini dilakukan oleh Nasrani. Tidak lepas dari dua ini,
1. Mungkin dia berilmu tapi tidak mengamalkan ilmunya.
2. Atau dia semangat beramal tapi dia tidak kembali kepada ilmu.
Contoh yang lain maulud nabi, mereka juga menjadikan hari lahirnya Isa sebagai hari raya mereka, ada di dalam Bani Israil. Contoh yang lain, kalau kita melihat sejarah di abad pertengahan dan ketika orang-orang Kristen, mereka punya kedudukan, mereka memeras orang-orang yang ada di bawah dengan kaffarotu adz-dzunub, suququl ghufron, yakni ada surat-surat yang di situ ada permintaan untuk bertobat, ingin mendapatkan ampunan, maka harus membayar. Itu ada di dalam perilaku orang-orang Nasrani. Nyanyi-nyanyi dan menjadikan itu sebagai ibadah, menjadikan patung, menjadikan gambar, ini juga dilakukan oleh orang-orang Nasrani. Mereka memiliki gambar Yesus atau patung Yesus, dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, secara umum tadi. Kembali kepada thiriqotun-nashoro, semangat dalam beramal, tapi kurang berilmu.
{وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا ۖ فَآتَيْنَا الَّذِينَ آمَنُوا مِنْهُمْ أَجْرَهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ} [الحديد : 27]
Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.
Dan mereka membuat rohbaniyyah yang mereka buat-buat sendiri.
Membuat bid’ah dalam agama, itu seperti orang-orang Nasrani. Atau seperti yang ada dalam hadits Abu Waqid Al-Laitsy Radhiyallahu Anhu, ada di antara umat Islam yang mengatakan seperti yang diucapkan oleh Bani Israil kepada Musa.
عن أبي واقد الليثي قال: “خرجنا مع رسول الله إلى حنين ونحن حدثاء عهد بكفر، وللمشركين سدرة يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم يقال لها ذات أنواط. فمررنا بسدرة، فقلنا: يا رسول الله، اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط، فقال رسول الله shallallahu 'alaihi wasallam: الله أكبر، إنها السنن. قلتم والذي نفسي بيده كما قالت بنو إسرائيل لموسى: اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ [الأعراف:138]، لتركبن سنن من كان قبلكم” رواه الترمذي وصححه
Orang-orang Yahudi, mereka menyukai sihir, menyukai dukun, demikian pula di dalam umat Islam ada yang demikian. Melakukan sihir, menyukai sihir, menyukai dukun.
Fitnah Bani Israil yang pertama adalah perempuan, demikian pula banyak di antara umat Islam yang terfitnah dengan wanita, dan seterusnya.
Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengarang sebuah kitab, Iqtidho ash-shirothil mustaqim mukholafatu ashabil jahim. Termasuk konsekuensi dari jalan yang lurus adalah kita harus menyelisihi jalan orang-orang yang mereka adalah ashabul jahim. Di situ disebutkan oleh beliau tentang di antara bentuk tasyabbuh umat Islam terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani. Termasuk di antaranya adalah membuat peringatan-peringatan yang tidak ada dasarnya. Dan orang-orang Yahudi sebagaimana dalam atsar, ketika mereka mengucapkan kepada Umar bin Khattab sebuah ayat.
أنَّ رَجُلًا، مِنَ اليَهُودِ قالَ له: يا أمِيرَ المُؤْمِنِينَ، آيَةٌ في كِتَابِكُمْ تَقْرَؤُونَهَا، لو عَلَيْنَا مَعْشَرَ اليَهُودِ نَزَلَتْ، لَاتَّخَذْنَا ذلكَ اليومَ عِيدًا. قالَ: أيُّ آيَةٍ؟ قالَ: {اليومَ أكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وأَتْمَمْتُ علَيْكُم نِعْمَتي ورَضِيتُ لَكُمُ الإسْلَامَ دِينًا} [المائدة: 3] قالَ عُمَرُ: قدْ عَرَفْنَا ذلكَ اليَومَ، والمَكانَ الذي نَزَلَتْ فيه علَى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، وهو قَائِمٌ بعَرَفَةَ يَومَ جُمُعَةٍ.
Bermudah-mudahan membuat sebuah perayaan, padahal ini adalah tauqifiyah. Demikian pula ada sebagian kaum muslimin ada yang mentang-mentang ini adalah kejadian yang besar, hijrahnya Nabi, turunnya Al-Qur’an, isra dan mi’raj, mereka jadikan ini sebagai peringatan. Maka ini adalah termasuk bentuk tasyabbuh dengan orang-orang Yahudi dan juga Nasrani. Dan di sini juga beliau sebutkan tentang masalah pakaian juga demikian. Masalah hari raya.
Termasuk di antaranya tawassul bis sholihin, ini dilakukan oleh orang-orang Nasrani. Apa yang mereka yakini tentang Isa? Mereka bertawasul dengan Isa alaihimassalam. Nah, di sini beliau, apa hubungannya dengan ucapan beliau ini dengan ucapan setelahnya, tentang masalah tafarruqul ummah? Ini adalah contoh dari sebelumnya, akan menimpa umat ini apa yang menimpa Bani Israil. Termasuk di antaranya adalah tafarruq. Tafarruq umat ini akan terjadi sebagaimana ini terjadi pada Bani Israil. Itu sudah kaidah, apa yang menimpa Bani Israil akan menimpa kepada umat ini. Kalau Bani Israil ada perpecahan di antara mereka, maka di dalam umat ini juga akan ada perpecahan.
ليأتينَّ على أمَّتي ما أتى على بني إسرائيل حَذوَ النَّعلِ بالنَّعلِ ، حتَّى إن كانَ مِنهم من أتى أُمَّهُ علانيَةً لَكانَ في أمَّتي من يصنعُ ذلِكَ ، وإنَّ بَني إسرائيل تفرَّقت على ثِنتينِ وسبعينَ ملَّةً ، وتفترقُ أمَّتي على ثلاثٍ وسبعينَ ملَّةً ، كلُّهم في النَّارِ إلَّا ملَّةً واحِدةً ، قالوا : مَن هيَ يا رسولَ اللَّهِ ؟ قالَ : ما أَنا علَيهِ وأَصحابي
Dan sesungguhnya Bani Israil telah berpecah belah, mereka menjadi 72 golongan.
Kenapa mereka berpecah belah?
Ini sudah disebutkan dalam ayat.
(إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعاً لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ ) (الأنعام: من الآية159)
Kenapa mereka menjadi syiya’an?
Karena mereka farroqu diinahum. Sebabnya adalah karena mereka memisah-misah agama Islam yang dibawa oleh Nabi Musa, agama Islam yang dibawa oleh Nabi Isa. Tidak sempurna di dalam keislamannya, tidak kaffah di dalam keislamannya.
Yang ini benar-benar manut, taat, tapi dalam hal ini dia masih mengikuti hawa nafsunya. Dalam masalah ini dia Islam, namun dalam hal yang lain dia masih mengikuti hawa nafsunya, belum menyerahkan diri secara total kepada Allah. Sehingga terjadi perpecahan di antara mereka. Seandainya mereka semuanya, sama-sama Islam secara kaffah yang dibawa oleh Nabi mereka, niscaya tidak akan terjadi perpecahan di antara mereka.
Sebagaimana hal ini menimpa orang-orang Bani Israil, maka dia akan menimpa umat ini.