Halaqah 187: Ahlu Sunah Melaksanakan Haji, Jihad, Sholat Jumat, dan Hari Raya bersama Umara (Bagian 2)
Halaqah yang ke-187 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Di dalam hadīts yang lain Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan:
مَن أطَاعَنِي فقَدْ أطَاعَ اللَّهَ، ومَن عَصَانِي فقَدْ عَصَى اللَّهَ، ومَن يُطِعِ الأمِيرَ فقَدْ أطَاعَنِي، ومَن يَعْصِ الأمِيرَ فقَدْ عَصَانِي
“Barangsiapa yang taat kepadaku berarti dia telah taat kepada Allah subhanahu wata'ala.”
Orang yang taat kepada rasul ketika Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh sesuatu kemudian kita mentaati, hakikatnya kita mentaati Allah subhanahu wata'ala karena Beliau shallallahu 'alaihi wasallam hanya sekedar utusan menyampaikan apa yang datang dari Allah subhanahu wata'ala .
Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala dan barangsiapa yang taat kepada amir kepada penguasanya sungguh dia telah taat kepadaku.
Kalau kita taat kepada pemerintah (penguasa) maka kita telah taat kepada Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, Rasul shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh kita untuk taat kepada pemerintah.
عليكم بسنة ۞ أُوصِيكُمْ بِتَقْوى اللَّه، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ ۞ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وإِنْ تَأَمَّر عَلَيْكُمْ عَبْدٌ
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh kita untuk mendengar dan taat kepada pemerintah.
Ketika kita taat kepada pemerintah kita hakikatnya kita telah mentaati ucapan Rasūlullah shallallahu 'alaihi wasallam tadi. Karena Beliau shallallahu 'alaihi wasallam yang memerintahkan kita untuk mendengar dan taat kepada penguasa kita.
مَن أطاع الأمِيرَ فقَدْ أطَاعَنِي
Orang yang taat kepada penguasanya sungguh dia telah taat kepada Allah subhanahu wata'ala. Sebaliknya orang yang bermaksiat (membangkang) kepada penguasanya maka dia telah membangkang kepada Rasūlullah shallallahu 'alaihi wasallam. Berarti dia tidak mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk mendengar dan taat kepada pemerintah. Ini menunjukkan tentang kewajiban mendengar dan taat kepada pemerintah.
Dan amir di sini tidak dibedakan apakah dia amir yang fasik maupun amir yang shalih. Selama dia adalah amir kita (penguasa kita), maka kita diharuskan untuk mendengar dan taat kepada beliau.
Kita perkuat lagi dalīlnya yang menunjukkan bahwa ketaatan dan mendengar kita kepada pemerintah bukan hanya terbatas kepada pemerintah yang shalih saja karena di sana ada orang yang menganggap kalau ketaatan itu hanya kepada pemerintah yang baik saja adapun pemerintah yang zhalim maka wajib kita untuk membangkang dan wajib kita untuk memberontak mengubah kemungkaran tadi dan mengganti pemerintah tadi dengan pemerintah yang lain.
Lihat dan dengarkanlah ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
مَن رَأَى من أمِيرِهِ شيئًا يَكْرَهُهُ فلْيَصْبِرْ عليه
Barangsiapa yang melihat dari penguasahanya sesuatu yang dia benci, mungkin kezhaliman yang dia lakukan, dan masing-masing kita benci dizhalimi.
Tapi apa kata Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, apakah Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan maka memberontaklah! Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan فلْيَصْبِرْعليه atas kezhaliman tadi.
Kalau dia memberontak kepada penguasanya kemudian melepas bai’atnya. Barangsiapa yang keluar dari penguasanya meskipun hanya شِبْر yaitu satu jengkal saja menunjukkan sedikitnya tapi dia melepaskan diri dari pemerintah dan penguasanya ماتَ مِيتَةً جاهِلِيَّةً. maka dia meninggal dalam keadaan seperti meninggalnya orang-orang jahiliyyah.
Apa dan bagaimana mereka meninggal dunia, meninggal dunia dalam keadaan tidak memiliki penguasa yang dia mendengar dan taat kepadanya. Karena orang yang melepaskan dari penguasa yang sah tadi dengan memberontak atau mengatakan, “Ini bukan penguasa saya, ini bukan pemerintah saya” berarti dia telah melepaskan bai’at kepada penguasa yang sah tadi. Kalau dia meninggal seperti meninggalnya orang-orang jahiliyyah dahulu.
Karena orang-orang jahiliyyah dahulu mereka tidak memiliki pemimpin yang mereka mendengar dan taat kepadanya, pemimpin yang menyeluruh, kalau sekedar tokoh kabilah ada. Tapi kalau pemimpin (penguasa) keseluruhan mereka yang mereka mendengar dan taat kepada penguasa tersebut meskipun di luar kabilahnya ini tidak ada di zaman jahiliyyah.
Kalau seseorang meninggalkan pemerintahnya, membelot dan memberontak kepada penguasanya maka ketika dia meninggal dunia seperti meninggalnya orang yang ada di zaman jahiliyyah dan ini bukan berarti mereka keluar dari agama Islam tapi segala sesuatu yang dinisbahkan kepada jahiliyyah ini jelas perbuatan yang yang buruk dan tidak baik. Kita tidak senang untuk dinisbahkan kepada jahiliyyah.
Yang perlu diperhatikan di sini mendengar dan taatnya kita kepada penguasa bukanlah mendengar dan taat yang mutlak. Yang secara keseluruhan apa yang datang dari mereka harus kita dengarkan dan harus kita taat dan harus kita laksanakan. Ketaatan yang mutlak hanyalah kepada Allah subhanahu wata'ala dan juga Rasul-Nya.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى
Inilah ketaatan yang mutlak, adapun ketaatan kepada penguasa adalah ketaatan yang terikat, terikat dengan ketaatan Allah subhanahu wata'ala dan juga Rasul-Nya. Kalau sesuai dengan syariat Allah subhanahu wata'ala atau tidak bertentangan dengan syari’at Allah subhanahu wata'ala maka kita laksanakan dan kita dengarkan tapi kalau perintah tadi bertentangan dengan syari’at Allah subhanahu wata'ala itu adalah kemaksiatan atau disuruh untuk meninggalkan kewajiban maka dalam keadaan demikian tidak boleh kita mendengar dan taat kepada kepada perintah dari penguasa.
Artinya perintah dan juga perkara yang bertentangan dengan syariat tadi tidak boleh kita laksanakan. Adapun perintah-perintah yang lain dan perkara-perkara yang lain yang tidak bertentangan dengan syariat maka harus kita laksanakan. Harus dibedakan antara dua perkara ini.
Ahlus Sunnah misalnya ada sepuluh perintah dua di antaranya bertentangan dengan syariat Allah subhanahu wata'ala delapan tidak bertentangan dengan syariat Allah subhanahu wata'ala. Maka mereka laksanakan yang delapan yang dua mereka tidak mau melaksanakan. Ini Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Kalau orang-orang khawarij seandainya ada dua yang bertentangan dengan syariat Allah subhanahu wata'ala maka semuanya mereka tidak mau melaksanakan akhirnya mereka memberontak, akhirnya mereka membangkang hanya karena ada kemaksiatan atau kezhaliman yang dilakukan oleh pemerintah tadi. Ini harus bedakan antara jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan jalan orang-orang khawarij.
Sehingga dalam ayat tadi Allah subhanahu wata'ala tidak mengulangi وَأَطِيعُوا۟.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ
Kemudian وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ. Tanpa disebutkan وَأَطِيعُوا۟ dan sebagian ada ulama mengatakan rahasia dari dihilangkannya kalimat أَطِيعُوا۟ ketika disebutkan ulil amri adalah karena ketaatan kepada ulul amri adalah ketaatan yang terbatas. Ketaatan yang terikat dengan ketaatan kepada Allah subhanahu wata'ala dan rasul-Nya. Adapun ketaatan kepada Allah subhanahu wata'ala itu adalah ketaatan mutlak dan ketaatan kepada Rasul shallallahu 'alaihi wasallam adalah mutlak.