Halaqah 25: Penjelasan Beberapa Ayat yang Mengandung Nama Allah Al-‘Alim dan Sifat Ilmu bagi Allah Subhanahu wata'ala QS Al-Hadid Ayat 3 (Bagian 2)
Halaqah yang ke-25 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Dan Dia-lah yang dengan segala sesuatu Maha Mengetahui, dan disini syahid وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Segala sesuatu mencakup apa saja, segala sesuatu yang terjadi di masa lalu, yang sekarang, di masa yang akan datang, semuanya masuk dalam بِكُلِّ شَيْء segala sesuatu. Segala sesuatu baik yang ada dibumi maupun apa yang ada dilangit, segala sesuatu baik yang berkaitan dengan dzat makhluk-Nya maupun perbuatan-perbuatan mereka.
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui segala sesuatu. Dari sini kita mengetahui tentang kesempurnaan ilmu Allah subhanahu wata’ala. Apakah makhluk memiliki ilmu? Na’am ilmu juga merupakan sifat makhluk. Allah subhanahu wata’ala menyebutkan dalam Al-Qur’an menyifati sebagian nabi-Nya bi ghulamin ‘alim (seorang anak yang mengetahui), makhluk juga memiliki sifat Ilm.
Apakah ketika kita menetapkan sifat ilmu bagi Allah subhanahu wata’ala berarti kita menyamakan Allah subhanahu wata’ala dengan makhluk? Nyatanya tidak. Ilmu Allah subhanahu wata’ala adalah ilmu yang Maha Sempurna seperti tadi kesempurnaannya, segala sesuatu diketahui Allah subhanahu wata’ala yang telah berlalu maupun yang akan datang. Kalau ilmu kita ilmu yang sangat terbatas.
وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
[Al-Isra’:85]
Tidaklah kalian diberikan dari ilmu ini kecuali sangat sedikit. Silakan Antum membaca buku sebanyak-banyaknya, belajar sebanyak-banyaknya, berapa sih yang kita dapatkan dari ilmu. Ilmu Allah subhanahu wata’ala adalah ilmu yang sangat luas. Berarti ketika seseorang menetapkan sifat bagi Allah subhanahu wata’ala, bukan berarti dia menyamakan dengan makhluk, ilmu Allah subhanahu wata’ala adalah ilmu yang Maha Sempurna, tidak didahului dengan kebodohan seperti kita dan tidak diakhiri dengan lupa atau hilang ingatan, itu ilmu Allah subhanahu wata’ala tidak didahului oleh kebodohan, beda dengan ilmu kita.
وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا
[An-Nahl:78]
Allah subhanahu wata’ala mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu kalian dalam keadaan kalian tidak mengetahui sesuatu. Setelah itu kita besar kemudian kita belajar dan banyak perkara yang kita ketahui, ketika kita sudah tua ada diantara kita yang sudah mulai berubah, sebelumnya dia tahu dan hafal nama anak-anaknya, sekarang ditanya ini siapa dia tidak tahu. Kemarin dia mahir dalam matematika sekarang dia satu tambah satu saja tidak bisa, itulah ilmu manusia.
Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم Dia-lah yang Maha mengetahui segala sesuatu. Kalau demikian maka kita meminta ilmu kepada Allah subhanahu wata’ala, Dia-lah yang mengetahui segala sesuatu dan Allah subhanahu wata’ala memuliakan orang-orang yang berilmu, maka kita meminta sebagian dari ilmu Allah subhanahu wata’ala, meminta ilmu kepada Allah subhanahu wata’ala, Dia-lah yang mengajarkan kita.
Dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala untuk Abdullah ibn Abbas
اللّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
Ya Allah subhanahu wata’ala jadikan dia paham tentang agamanya dan ajarkan kepada dia ilmu tafsir. Karena Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang yufaqqih dan Dia-lah yang yu’allim.
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ
Barangsiapa yang Allah subhanahu wata’ala kehendaki kebaikan maka Allah subhanahu wata’ala akan menjadikan dia paham tentang agamanya. Dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَعَلَّمَكَ مَا لَمۡ تَكُن تَعۡلَمُۚ
[An-Nisa’:113]
Dan Allah subhanahu wata’ala mengajarkan kepadamu apa yang engkau tidak tahu. Dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
[Al-’Alaq:5]
Dia-lah yang mengajarkan manusia sesuatu yang dia tidak tahu sebelumnya.
Mintalah kepada Allah subhanahu wata’ala, Dia-lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, mintalah kepada Allah subhanahu wata’ala ilmu yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada para ulama kita. Sehingga sebagian salaf dahulu atau sebagian ulama seperti Ibnu Hajar, ketika dia mengetahui bagaimana luasnya ilmu yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada Al-Imam Adz-Dzahabi beliau berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala minta supaya diberikan ilmunya Al-Imam Adz-Dzahabi karena dia tahu bahwasanya yang memberikan ilmu kepada Adz-Dzahabi adalah Allah subhanahu wata’ala.
Maka ini adalah pemahaman bagi kita, ketika kita melihat, takjub, masya Allah syekh fulan syekh fulan memiliki ilmu luar biasa, kembali kita kepada Allah subhanahu wata’ala, ya Allah subhanahu wata’ala ajarkan kepadaku ilmu agama sebagaimana engkau berikan kepada misalnya Syaikhul Islam kepada Adz-Dzahabi, Ibnu Hajar. Sebagian kita mungkin tidak sampai ke situ dia memikirkan, dia mengatakan masyaAllah subhanahu wata’ala syekh fulan demikian dan demikian tidak sampai kepada merendahkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala untuk mendapatkan ilmu agama ini.
Maka ini adalah ayat yang pertama, menunjukkan kepada kita tentang, pertama penetapan nama Al-Awwal, Al-Akhir, Adz-Dzhohir, Al-Bathin dan juga nama Allah subhanahu wata’ala Al-’Alim. Kemudian kandungan sifatnya di sini Al-Awaliyah, Al-Akhiriyah, Adz-Dzhohiriya, Al-Bathiniya dan sifat Al-’Ilmu. Sebagian mengatakan هُوَ الأَوَّل disini adalah mubtada’ dan juga khobar, khobarnya disini ma’rifah, mubtada’nya juga ma’rifah, jelas, maka kalau sama-sama ma’rifah seperti ini menunjukkan kekhususan, artinya nama Allah Al-Awwal, Al-Akhir, Adz-Dzhohir, Al-Bathin ini khusus bagi Allah subhanahu wata’ala.