Halaqah 90: Dalil yang Menunjukkan Bahwa Allah Akan Dilihat Kelak di Akhirat (Bagian 2)
Halaqah yang ke-90 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata'ala akan dilihat di hari kiamat, akan dilihat di dalam surga oleh orang-orang yang beriman. Di dalam sebuah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca ayat ini
لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
Kemudian setelah itu Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan menafsirkan tentang ayat tadi,
إذا دخل أهل الجنة الجنة وأهل النار النار
apabila penduduk surga masuk ke dalam surga dan penduduk neraka masuk ke dalam neraka
نادَى منادٍ
maka akan ada yang memanggil
يا أهلَ الجنَّةِ إنَّ لكم عند اللهِ موعدًا يريدُ أنْ يُنجزُكموهُ
ada yang memanggil mengatakan kepada penduduk surga, wahai penduduk surga sesungguhnya untuk kalian di sisi Allah subhanahu wata'ala ada perjanjian, Allah subhanahu wata'ala ingin menunaikan perjanjian tadi karena Allah subhanahu wata'ala tidak menyelisihi janji-Nya
فيقولونَ : ما هو ؟
kemudian mereka mengatakan apakah hal tersebut, apakah janji tersebut
ألم يُثقِّلْ موازينَنا ؟
Bukankah Allah subhanahu wata'ala sudah memberatkan timbangan-timbangan kami, dan Allah subhanahu wata'ala Dia-lah Yang Maha Penyayang, satu kebaikan dilipatgandakan oleh Allah subhanahu wata'ala menjadi 10 kebaikan dan tauhid ini adalah termasuk sesuatu yang akan berat timbangannya di hari kiamat
وَيُبَيِّضْ وُجُوهَنَا؟
Dan Allah subhanahu wata'ala sudah memutihkan wajah-wajah kami, menjadikan kami berbahagia
وَيُدخِلنا الجنَّةَ ويُجِرْنا من النَّارِ ؟
Dan Allah subhanahu wata'ala sudah memasukkan kami ke dalam surga, yang kami sudah merasakan berbagai nikmat surga, bidadari-bidadari, istana-istana, buah-buahan, air minum dan berbagai nikmat lain yang berupa pakaian yang berupa perhiasan, dan Allah subhanahu wata'ala sudah menyelamatkan kami dari neraka, azab yang sangat pedih, maka selamatnya kami dari neraka dan masuknya kami ke dalam surga ini sudah kenikmatan yang luar biasa
فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ
[Āli-Imran:185]
Barangsiapa yang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga sungguh dia telah beruntung
فيُكشفُ الحجابُ
maka Allah subhanahu wata'ala membuka hijab-Nya karena hijab Allah subhanahu wata'ala adalah cahaya
فينظرونَ إليه
maka merekapun melihat kepada Allah subhanahu wata'ala. Inilah janji Allah subhanahu wata'ala karena Allah subhanahu wata'ala menjanjikan bagi mereka
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
dan Allah subhanahu wata'ala mengatakan
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
Allah subhanahu wata'ala berjanji akan menjadikan orang-orang yang beriman melihat Allah subhanahu wata'ala didalam surga, maka Allah subhanahu wata'ala membuka hijab-Nya dan merekapun melihat Allah subhanahu wata'ala
فواللهِ
Maka demi Allah subhanahu wata'ala
ما أعطاهُم اللهُ شيئًا أحبُّ إليهم من النَّظرِ إليه ولا أقرُّ لأعيُنِهم
Maka demi Allah subhanahu wata'ala tidaklah Allah subhanahu wata'ala memberikan kepada mereka sesuatu yang lebih mereka cintai, yaitu setelah mereka bandingkan dengan nikmat-nikmat yang mereka rasakan dari kenikmatan kenikmatan surga selain daripada melihat kepada Allah subhanahu wata'ala.
Kita tidak bisa membayangkan bagaimana nikmatnya surga, ternyata ada disana nikmat yang lebih besar dan lebih dahsyat daripada nikmat yang ada di dalam surga yaitu melihat wajah Allah subhanahu wata'ala
ولا أقرُّ لأعيُنِهم
Dan tidak ada yang lebih menyejukan mata mereka daripada melihat wajah Allah subhanahu wata'ala, ini yang menafsirkan adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
فينظرونَ إليه
Mereka melihat dengan wajah melihat dengan mata mereka bukan dengan mata hati mereka. Dan di dalam ayat yang lain Allah subhanahu wata'ala mengatakan
وَقَوْلُهُ
Dan juga Firman Allah subhanahu wata'ala
لَهُم مَّا يَشَاؤُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
Bagi mereka (penduduk surga) apa yang mereka kehendaki ada disana, kalau di dunia tidak semua yang mereka kehendaki mereka bisa mendapatkan banyak keterbatasan apalagi mereka diatur dengan syariat, dunia ini seperti penjara bagi mereka, maka di dalam surga Allah subhanahu wata'ala akan memberikan apa yang mereka kehendaki. Adapun orang-orang kuffar maka mereka hidup bebas di dunia ini merasa tidak diatur dan tidak mau mengikuti aturan Allah subhanahu wata'ala tapi mereka akan sengsara selama-lamanya di akhirat kelak.
لَهُم مَّا يَشَاؤُونَ فِيهَا
mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan di dalam surga
وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
Dan bagi kami tambahan, bagi kami yaitu di sisi kami ada tambahan kenikmatan bagi mereka, yang dimaksud sama dengan ziyadah yang ada yang ada dalam surat Yunus tadi. Ayat ini menunjukkan kepada kita tentang aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah yang mereka meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata'ala Dia akan dilihat oleh orang-orang yang beriman di dalam surga, Allah subhanahu wata'ala akan menjadikan mereka mampu untuk melihat Allah subhanahu wata'ala di dalam surga.
Disana ada kelompok yang mereka menafikan ini seperti mu’tazilah mereka mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata'ala tidak dilihat di dunia dan tidak dilihat di akhirat, mengingkari ru’yatullah berdalil dengan ayat misalnya Firman Allah subhanahu wata'ala tentang nabi Musa ‘alaihissalam ketika beliau meminta kepada Allah subhanahu wata'ala dan mengatakan
رَبِّ أَرِنِيٓ أَنظُرۡ إِلَيۡكَۚ
Wahai Rabb ku perlihatkanlah diri-Mu aku ingin melihat dirimu, yaitu ingin melihat Engkau dengan mataku
قَالَ لَن تَرَىٰنِ
Maka Allah subhanahu wata'ala mengatakan engkau tidak akan melihat-Ku
وَلَٰكِنِ ٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡجَبَلِ فَإِنِ ٱسۡتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوۡفَ تَرَىٰنِيۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلۡجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكّٗا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقٗاۚ
Akan tetapi lihatlah kepada gunung ini, kalau dia masih berada di tempatnya maka engkau akan melihat-Ku, ketika Allah subhanahu wata'ala memperlihatkan diri-Nya kepada gunung tadi maka Allah subhanahu wata'ala menjadikan gunung tadi hancur lebur, ketika Musa melihatnya maka Musa dalam keadaan pingsan.
Mereka mengatakan di sini Allah subhanahu wata'ala mengatakan لَن تَرَىٰنِ kalian tidak melihat-Ku, dan لَن kata mereka itu selama-lamanya, selama-lamanya tidak di dunia dan tidak di akhirat. Para ulama menjelaskan dan menjawab syubhat ini, ayatnya jelas shahih tapi mereka telah memahami dengan pemahaman yang salah.
Pertama yang namanya لَن didalam bahasa arab terkadang memang selama-lamanya tapi dalam kesempatan yang lain bukan berarti selama-lamanya, dalilnya diantaranya adalah ketika Allah subhanahu wata'ala menceritakan tentang orang-orang yahudi yang mereka adalah orang yang sangat cinta dunia dan Allah subhanahu wata'ala mengatakan di dalam surat Al-Baqarah
وَلَن يَتَمَنَّوۡهُ أَبَدَۢا بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡۚ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِٱلظَّٰلِمِينَ ٩٥
Dan mereka tidak akan berangan-angan untuk mati selama-lamanya dengan sebab dosa yang mereka lakukan, لَن di sini bukan berarti mereka tidak akan berangan-angan sama sekali, buktinya didalam ayat yang lain Allah subhanahu wata'ala mengatakan
وَنَادَوۡاْ يَٰمَٰلِكُ لِيَقۡضِ عَلَيۡنَا رَبُّكَۖ
Mereka, yaitu orang-orang kafir secara umum termasuk diantaranya adalah orang-orang Yahudi, memanggil Waha Malik, yaitu malaikat yang menjaga neraka, mohonlah kepada Allah subhanahu wata'ala mohonlah kepada Rabb mu untuk mematikan kami, mereka sudah tidak tahan dengan adzab yang sangat pedih, berarti disini mereka berangan-angan untuk mati padahal dalam ayat surat Al-Baqarah tadi Allah subhanahu wata'ala mengatakan
وَلَن يَتَمَنَّوۡهُ أَبَدَۢا
mereka tidak akan berangan-angan, menunjukkan bahwasanya di sana terkadang لَن bukan berarti selama-lamanya, meskipun di akhirat tapi ada waktu di mana mereka berangan-angan untuk meninggal dunia, itu yang pertama.
Kemudian para ulama menjelaskan لَن تَرَىٰنِ ini bukan berarti Allah subhanahu wata'ala tidak dilihat di akhirat karena Allah subhanahu wata'ala menghubungkan ini dengan sesuatu yang mungkin, kalau engkau melihat gunung ini menetap di tempatnya maka engkau akan melihat-Ku, berarti Allah subhanahu wata'ala di sini menghubungkan dengan sesuatu yang mungkin yaitu diamnya gunung adalah sesuatu yang mungkin dan kalau Allah subhanahu wata'ala menghubungkan ini dengan sesuatu yang mungkin berarti dilihatnya Allah subhanahu wata'ala di akhirat adalah sesuatu yang mungkin.
Kemudian juga para ulama menjelaskan, seseorang hamba yang mulia seperti Nabi Musa ‘Alaihissalam tidak mungkin orang seperti beliau meminta kepada Allah subhanahu wata'ala sesuatu yang mustahil, beliau adalah seorang Rasul dan orang yang paling tahu tentang Allah subhanahu wata'ala, mereka para nabi dan rasul adalah orang yang paling tahu tentang Allah subhanahu wata'ala, tidak mungkin nabi yang mulia seperti beliau meminta kepada Allah subhanahu wata'ala sesuatu yang tidak boleh dan sesuatu yang mustahil terjadi.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]