Halaqah 165: Aqidah Ahlu Sunah Tidak Ghuluw kepada Para Sahabat
Halaqah yang ke-165 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan
وَهُم مَّعَ ذَلِكَ لاَ يَعْتَقِدُونَ أَنَّ كُلَّ وَاحِدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ مَعْصُومٌ
Dan mereka (Ahlussunnah Wal Jama’ah) bersama dengan keyakinan itu semuanya, lihat bagaimana indahnya keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum meyakini tentang keutamaan mereka dan bahwasanya mereka seandainya mereka bersalah itu adalah ijtihad dan mereka ma’dzur dan ternyata banyak riwayat-riwayat yang dusta yang ditambah dan dikurangi dan seandainya itu benar mereka adalah ma’dzur mungkin mereka adalah mujtahid yang benar atau mujtahid yang salah, lihat bagaimana indahnya aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dan bersihnya aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah terhadap para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum jami’an, kemudian Syaikhul Islam mengingatkan perkara yang penting juga karena yang disebutkan tadi adalah kebaikan-kebaikan, jangan sampai kebaikan-kebaikan tadi berlebihan
وَهُم مَّعَ ذَلِكَ لاَ يَعْتَقِدُونَ
dan mereka (ahlussunnah) bersama dengan keyakinan-keyakinan itu semua mereka tidak meyakini bahwasanya setiap sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum adalah ma’sum (terjaga)
عَنْ كَبَائِرِ الإِثْمِ وَصَغَائِرِهِ
dari dosa-dosa yang besar dan dosa-dosa yang kecil, hati-hati jangan sampai seseorang mengagumi para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum membaca sirah mereka yang luar biasa kemudian terjatuh ke dalam ghuluw terhadap para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum sampai mungkin meyakini bahwasanya Abu Bakr ma’sum atau meyakini bahwasanya Umar ma’sum, ahlussunnah tidak demikian.
Mereka tidak mengatakan bahwasanya masing-masing dari para sahabat adalah terlepas dan terjaga dari dosa, ketika kita mengatakan bahwa kita menahan diri dari menyebutkan kejelekan mereka dan mengatakan bahwasanya riwayat-riwayat ini banyak yang dusta, ditambah atau dikurangi yang benar mereka ma’dzur bukan berarti kita meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang ma’sum dari dosa, karena untuk mengatakan ini adalah ma’sum ini perlu dalil dan tidak ada di sana dalil yang menunjukkan bahwa para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum masing-masing dari mereka adalah ma’sum, tidak ada dalil yang mengatakan demikian.
Yang ma’sum sesuai dengan ijma’ adalah para anbiya para rasul, mereka terjaga dari dosa-dosa besar, Allah subhanahu wata'ala menjaga mereka dari terjerumus ke dalam dosa besar, adapun dosa-dosa kecil maka mungkin saja ada di antara mereka yang terjatuh di dalamnya dan seandainya itu terjadi maka mereka segera bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala dan beristighfar kepada Allah subhanahu wata'ala sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau bermuka masam kemudian diturunkan oleh Allah subhanahu wata'ala
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ ١
أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ ٢
وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ ٣
maka setelah itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala dan berbuat baik kepada Ibnu Ummi Maktum.
Musa ‘alaihissalam ketika tidak sengaja beliau memukul seorang qibty kaumnya firaun sehingga dia mati terbunuh padahal maksud dia bukan membunuh, dia memukul tapi beliau memang orang yang kuat sehingga pukulannya saat itu beliau tidak sengaja dan tidak menginginkan untuk membunuh ternyata menjadikan orang tadi terbunuh, kemudian langsung Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Musa ‘Alaihissalam bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala dan Allah subhanahu wata'ala mengampuni
فَغَفَرَ لَهُۥٓۚ
Allah subhanahu wata'ala kemudian mengampuni Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Musa ‘Alaihissalam.
Kalau memang ada di antara mereka yang terjerumus ke dalam dosa kecil maka betapa cepatnya mereka para anbiya’ ‘alaihimussalam bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala dan kembali kepada Allah subhanahu wata'ala, kita yakini mereka adalah ma’sum karena memang ada dalilnya yaitu ijma’. Adapun para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum bagaimanapun kemuliaan mereka tapi tidak sampai mereka pada derajat ma’sum yang terlepas dari dosa besar.
بَلْ يَجُوزُ عَلَيْهِمُ الذُّنُوبُ فِي الْجُمْلَةِ
Bahkan boleh (mungkin) saja dosa itu terjadi pada sebagian mereka secara global, karena mereka masuk dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ
setiap anak Adam itu adalah sering bersalah, dan mereka adalah keturunan Nabi Adam ‘alaihissalam sehingga mungkin saja mereka salah sebagaimana manusia yang lain salah. Dan dalam sebuah hadits Qudsi Allah subhanahu wata'ala mengatakan
يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ
Wahai anak Adam sesungguhnya kalian bersalah di waktu siang maupun di waktu malam sedangkan Aku mengampuni seluruh dosa maka hendaklah kalian memohon ampun kepada-Ku niscaya Aku akan mengampuni dosa-dosa kalian
تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
kalian salah di waktu siang maupun di waktu malam, dan mereka para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum masuk dalam keumuman ini, mungkin saja mereka berbuat salah melakukan dosa besar, kita katakan secara global kita tidak bisa menentukan bahwa si fulan pernah melakukan dosa ini, kita hanya bisa mengatakan secara umum mungkin saja dan terjadi.
Jadi di sini يَجُوزُ bukan berarti boleh mereka berdosa, jangan diartikan boleh berdosa maksudnya mungkin saja, bahkan mungkin saja mereka melakukan dosa secara umum baik dosa yang besar apalagi dosa yang kecil, dosa yang besar saja mungkin. Makanya kita mendengar ada sebagian sahabat yang mungkin berzina kemudian ditegakkan hukum rajam kepadanya, ini menunjukkan bahwasanya ada di antara para sahabat yang melakukan dosa besar.