Halaqah 26: Beriman dengan Takdir yang Baik & Buruk

Halaqah yang ke-26 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah adalah tentang beriman dengan takdir yang baik & buruk.


Diantara rukun-rukun Iman berkata Imam Muhammad bin Hambal,

— اَلسُّنَّةِ اَللَّازِمَةِ اَلَّتِي مَنْ تَرَكَ مِنْهَا خَصْلَةً – لَمْ يَقْبَلْهَا وَيُؤْمِنْ بِهَا – لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِهَا
اَلْإِيمَانُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Sunnah yang harus, yang barangsiapa yang meninggalkan (dan Sunnah di sini adalah jalan syariat) yang wajib diyakini yang barangsiapa meninggalkan salah satu diantaranya, meninggalkan maksudnya apa?

لَمْ يَقْبَلْهَا وَيُؤْمِنْ بِهَا

tidak menerimanya dan tidak beriman dengannya,

لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِهَ

Dia bukan termasuk golongannya, adalah

اَلْإِيمَانُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.

Didalam poin ini beliau akan menyebutkan bahwa termasuk akidah ahlussunnah wal jamaah yang harus dan wajib kita yakin adalah beriman dengan takdir Allah yang baik maupun yang buruk, ini beliau sampaikan di sini karena dia adalah termasuk pondasi keimanan yang tidak sah keimanan seseorang kecuali kita menyempurnakan seluruh pondasi tadi dan disana ada aliran-aliran yang sesat di dalam masalah takdir ini, mereka menyimpang dari jalan yang lurus sehingga beliau sebutkan di dalam kitab Ushulu sunnah ini, karena dia adalah termasuk perkara yang membedakan antara ahlussunnah wal jamaah dengan yang lain, bahkan dia termasuk usulnya termasuk pondasinya termasuk pokoknya Beliau mengatakan

وَمِنْ اَلسُّنَّةِ اَللَّازِمَةِ

Dan termasuk Sunnah yang Lazimah dan Sunnah di sini artinya adalah at thariqah jalan dan yang dimaksud di sini adalah agama itu sendiri Karena agama Islam ini adalah jalan hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Jadi bukan sunnah disini seperti yang dipahami oleh ahli fiqh yang artinya adalah sesuatu yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala yang apabila ditinggalkan maka tidak berdosa,

وَمِنْ اَلسُّنَّةِ اَللَّازِمَةِ

Termasuk syariat yang hukumnya wajib, bahkan wajibnya di sini sampai derajat sebagai pondasi sebagai pokok,

اَلَّتِي مَنْ تَرَكَ مِنْهَا خَصْلَةً

Yang barang siapa meninggalkan satu hoslah saja/ satu poin saja di antara sunnah-sunnah yang lazimmah tadi barangsiapa yang meninggalkan satu poin saja di antara sunnah-sunnah yang wajib tadi, Apa yang dimaksud dengan meninggalkan di sini?

– لَمْ يَقْبَلْهَا وَيُؤْمِنْ بِهَا –

Meninggalkan disini adalah ada tidak menerimanya, tidak menerima dan tidak beriman dengan perkara tersebut. mendustakan mengatakan bahwasanya adalah tidak benar mengatakan bahwasanya ini tidak ada dalam agama kita, meskipun dia terkadang mungkin tahu dalilnya tapi dia mengatakan bahwasanya ini tidak ada dia mengingkarinya dan dia tidak menerimanya tidak beriman dengannya tidak mempercayainya maka kata beliau

لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِهَا

kalau demikian keadaannya maka dia bukan termasuk yang memiliki sunnah tadi artinya dia bukan termasuk orang yang beragama Islam karena sunnah tadi artinya adalah Islam Kalau sampai ada satu diantara perkara yang pokok tadi dia ingkari dia tolak dia kufuri

لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِهَا

Maka dia bukan termasuk golongan orang-orang yang memiliki sunnah yang lazim.

Ini menunjukkan tentang bahwasanya perkaranya di sini bukan hanya sampai dia menjadi Ahlu bid’ah, bahkan bisa menjadi orang yang keluar dari agama Islam sehingga dia benar-benar ushul dia benar-benar pokok di dalam agama kita yang harus ada pada diri seseorang kalau dia ingin dikatakan sebagai seorang muslim apa perkara tersebut di antaranya adalah

اَلْإِيمَانُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Di antara yang harus diyakini oleh seorang muslim dan juga muslimah yang kalau sampai dia tinggalkan dia bisa keluar dari agama Islam adalah

اَلْإِيمَانُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.

para ikhwan dan juga para akhwat rahimani wa rahimakumullah

Beriman dengan takdir Allah subhanahu wa ta’ala ini adalah termasuk rukun iman yang dimana kita tahu bahwasanya Iman ini memiliki banyak cabang cabang yang paling tinggi adalah rukun iman yang yang disebutkan oleh Allah subhanahu wata'ala dalam Al-Qur’an dan disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam didalam sunnah beliau di dalam Al-Qur’an seperti firman Allah subhanahu wata'ala

Akan tetapi yang namanya kebaikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, kepada hari akhir

۞ لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦ..
[QS Al-Baqarah 177]

Akan tetapi yang namanya kebaikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, kepada hari akhir kita para nabi dan juga Malaikat.

Beriman kepada Allah kepada hari akhir kepada malaikat-malaikat kepada kitab-kitab dan juga kepada para Nabi, Allah sebutkan 5 rukun Iman ini dalam satu ayat di dalam ayat yang lain Allah mengatakan

۞ آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
[QS Al-Baqarah 285]

Nabi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beriman dengan apa yang diturunkan kepada beliau dan juga orang-orang yang beriman masing-masing dari mereka beriman kepada Allah kepada malaikat-malaikat-Nya kepada kitab-kitabNya kepada rasul-rasulNya kemudian mereka mengatakan

سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ

Kami mendengar dan kami taat,

ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Ampunanmu Ya Allah wahai Rabb kami dan kepadaMu-lah tempat kembali.

KepadaMu-lah tempat kembali berarti di sini ada iman dengan hari akhir.

Baik dalam ayat yang pertama tadi disebutkan 5 rukun Iman kemudian ayat yang kedua juga disebutkan 5 rukun Iman, dimana rukun yang ke-6 itu beriman dengan takdir Allah sebutkan dalam beberapa ayat yang itu dalam firman Allah misalnya

۞…وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
[QS Al Furqon 2]

Dia lah yang menciptakan segala sesuatu dan mentaqdirkan.

Dan Allah mengatakan

۞ إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
[QS Al Qomar 49]

Sesungguhnya segala sesuatu kami ciptakan dengan takdir.

Dua ayat ini menunjukkan Bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala mentakdirkan, dan kewajiban kita adalah beriman dengan takdir Allah itu dalam ayat adapun dalam hadis maka di dalam hadis Jibril yang masyhur ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam didatangi oleh malaikat jibril yang saat itu menjelma sebagai seorang laki-laki yang sempurna dengan pakaian yang rapi datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya kepada beliau tentang beberapa pertanyaan di antara yang beliau tanyakan adalah Kabarkan kepadaku tentang iman, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditanya tentang masalah Iman beliau menjawab, sesuai dengan apa yang beliau ketahui beliau menyebutkan tentang rukun Iman dan mengatakan

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ

Yang dimaksud dengan Iman adalah engkau beriman Kepada Allah, Malaikat²Nya, Kitab²Nya, Rasul²Nya, Beriman dengan Hari Akhir,

وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ

Dan engkau beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.

Lihat bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengulang lagi kalimat tuminah sebelum beliau menyebutkan tentang iman dengan takdir Beliau mengatakan

وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ

Padahal sebelumnya disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ,

Tapi langsung – وَمَلاَئِكَتِهِ..- Ketika menyebutkan iman dengan takdir beliau mengulang lagi dan mengatakan

وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ

Dan aku beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.

Ini menunjukkan bahwasanya beliau ingin menguatkan menjelaskan tentang pentingnya dan tingginya kedudukan Iman dengan takdir Allah karena beriman dengan takdir Allah itu sama saja beriman dengan qudratullah beriman dengan kekuasaan Allah dan orang yang mendustakan takdir Allah berarti dia mendustakan dan meragukan kekuasaan Allah Al qadarullah takdir ini menunjukkan tentang kekuasaan Allah mengetahui sesuatu sebelum terjadinya, menulis segala sesuatu sebelum terjadinya, menghendaki sesuatu dan terjadi apa yang dia kehendaki menciptakan segala sesuatu bukankah ini menunjukkan tentang Qudratullah subhanahu wata'ala maka orang yang mendustakan takdir Allah dia telah melakukan tentang kekuasaan Allah dan mendustakan tentang kekuasaan Allah sehingga bahaya sekali orang yang mendustakan dan tidak beriman dengan takdir Allah.
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url