Halaqah 30: Cara Mewujudkan Beriman dengan Takdir Allah (Bagian 3)
Halaqah yang ke-30 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah adalah tentang cara mewujudkan beriman dengan takdir Allah bagian 3.
Beliau mengatakan,
Kita harus membenarkan terhadap hadis-hadits yang berkaitan dengan takdir Allah, seperti Hadits Jibril, kemudian juga sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
Apa yang ditulis Allah akan menimpamu tidak mungkin luput darimu, dan apa yang ditulis oleh Allah luput darimu maka tidak akan menimpamu,
Dan juga sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
Segala sesuatu dengan takdir Allah, sampai tidak mampunya seseorang dan juga kecerdasan seseorang maka itu adalah semua dengan takdir Allah.
Allah yang menjadikan dia tidak mampu Allah yang menjadikan dia cerdas, maka kita harus beriman dan membenarkan hadis-hadits yang datang yang menjelaskan kepada kita tentang masalah takdir ini.
Termasuk diantaranya adalah proses segala sesuatu atau setiap jiwa yang sudah ditulis tempatnya di dalam Surga maupun di dalam neraka harus kita tasydik/ harus kita benarkan, benar adanya sebagaimana digambarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
Dan kita harus beriman dengan apa yang datang didalam hadis-hadits tadi
Percaya iman adalah yakin, percaya bahwasanya itu adalah benar sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ini adalah sikap seorang ahlusunah wal jamaah Kalau memang itu adalah hadits yang sahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka itu adalah benar adanya harus kita benar karena kita sudah bersyahadat
Bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah.
Apa yang beliau sampaikan itu adalah dari Allah tidak ada kedustaan di dalamnya, termasuk diantaranya adalah hadis-hadits yang berkaitan dengan takdir Allah harus kita benarkan.
Tidak boleh dikatakan kenapa?
Kenapa Allah menyuruh kita beramal kalau kita sudah ditentukan Surga dan Neraka tidak boleh pertanyaan yang demikian,
Dan tidak boleh dia mengatakan bagaimana Allah menjadikan aku demikian dan menjadikan sifulan demikian padahal aku lebih daripada dia, bagaimana Allah menyuruh kita untuk beriman dan beramal sementara Allah sudah tentukan si Fulan dalam Surga atau di dalam Neraka, pertanyaan seperti ini
Tidak boleh diucapkan oleh seorang yang beriman, tidak boleh keluar dari lisan kita ucapan yang seperti ini.
Orang yang beriman dinamakan orang beriman Kenapa? karena dia percaya karena dia yakin tentang kebenaran agama ini kebenaran apa yang Allah ucapkan dan apa yang diucapkan oleh rasul-Nya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shallallahu alaihi wasallam sehingga tidak boleh dia menanyakan demikian tapi dia harus yakin bahwasanya Allah subhanahu wata'ala adalah yang Maha bijaksana, tidak ada kezaliman di dalam apa yang Allah lakukan meskipun hanya sedikit,
Dan tidaklah rohmu menzalimi hamba-hamba-Nya
Allah tidak menzalimi meskipun hanya sebesar atau seberat semut.
Ada keyakinan itu dalam diri kita, tidak mungkin Allah pasti di sana anda hikmahnya pasti di sana tidak ada kezaliman di dalamnya, sehingga Tidak sepantasnya dia mengatakan لِـمَ Kenapa, كَيْفَ bagaimana.
Allah mengatakan,
Allah tidak ditanya tentang apa yang Dia kerjakan, Allah tidak ditanya tentang apa yang Dia kerjakan tapi kita yakin Allah subhanahu wata'ala adalah Allah melakukan apa yang dia kehendaki dan apa yang Allah lakukan pasti disana ada hikmah.
Allah tidak melakukan sesuatu dengan main², tidak melakukan sesuatu dengan sia-sia semuanya dengan hikmah yang mendalam, namun tidak semua hikmah tersebut kita memahaminya tidak semua itu Hikmah tersebut kita mengetahuinya.
Ini ucapan Al Imam Ahmad bin Hambal, tidak boleh dikatakan
Tidak boleh kita mengatakan Kenapa dan tidak boleh kita mengatakan bagaimana.
Jangan kita terpengaruh dengan ucapan sebagai orang yang merasa sangat cerdas sok kritis, Kita harus berani untuk mengatakan Kenapa kita harus berani untuk mengatakan bagaimana terkadang ini menyimpang sebagian Penuntut ilmu, menanyakan tentang perkara seperti ini tapi tidak pada tempatnya kalau pada tempatnya tidak masalah tapi kalau tentang masalah takdir tentang masalah nama dan juga sifat Allah dia mengatakan bagaimana Allah beristiwa, ini tidak sepantas yang diucapkan oleh seseorang ini tidak pernah ditanyakan oleh orang yang lebih semangat daripada dia dalam agama ini yaitu para Shahabat radhiyallahu ta’ala anhum.
Sesungguhnya dia adalah membenarkan dan beriman dengannya.
Itu yang harus kita lakukan, kita harus membenarkan tidak boleh kita dustakan dan kita harus beriman tidak boleh kita kufur seluruh ayat-ayat dan juga hadis yaitu shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam baik masuk kedalam akal kita atau ditidak masuk kedalam akal kita maka kita harus Imani dan kita benarkan.
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]
Beliau mengatakan,
وَالتَّصْدِيقُ بِالْأَحَادِيثِ فِيهِ
Kita harus membenarkan terhadap hadis-hadits yang berkaitan dengan takdir Allah, seperti Hadits Jibril, kemudian juga sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ،وَ مَا أَخطأكَ لَمْ يَكُن لِيُصيبكَ
Apa yang ditulis Allah akan menimpamu tidak mungkin luput darimu, dan apa yang ditulis oleh Allah luput darimu maka tidak akan menimpamu,
Dan juga sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
سَلَّمَ كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ حَتَّى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ أَوْ الْكَيْسِ وَالْعَجْزِ
Segala sesuatu dengan takdir Allah, sampai tidak mampunya seseorang dan juga kecerdasan seseorang maka itu adalah semua dengan takdir Allah.
Allah yang menjadikan dia tidak mampu Allah yang menjadikan dia cerdas, maka kita harus beriman dan membenarkan hadis-hadits yang datang yang menjelaskan kepada kita tentang masalah takdir ini.
Termasuk diantaranya adalah proses segala sesuatu atau setiap jiwa yang sudah ditulis tempatnya di dalam Surga maupun di dalam neraka harus kita tasydik/ harus kita benarkan, benar adanya sebagaimana digambarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
وَالْإِيمَانُ بِهَا
Dan kita harus beriman dengan apa yang datang didalam hadis-hadits tadi
Percaya iman adalah yakin, percaya bahwasanya itu adalah benar sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ini adalah sikap seorang ahlusunah wal jamaah Kalau memang itu adalah hadits yang sahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka itu adalah benar adanya harus kita benar karena kita sudah bersyahadat
أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
Bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah.
Apa yang beliau sampaikan itu adalah dari Allah tidak ada kedustaan di dalamnya, termasuk diantaranya adalah hadis-hadits yang berkaitan dengan takdir Allah harus kita benarkan.
لَا يُقَالُ لِـمَ
Tidak boleh dikatakan kenapa?
Kenapa Allah menyuruh kita beramal kalau kita sudah ditentukan Surga dan Neraka tidak boleh pertanyaan yang demikian,
وَلَا كَيْفَ
Dan tidak boleh dia mengatakan bagaimana Allah menjadikan aku demikian dan menjadikan sifulan demikian padahal aku lebih daripada dia, bagaimana Allah menyuruh kita untuk beriman dan beramal sementara Allah sudah tentukan si Fulan dalam Surga atau di dalam Neraka, pertanyaan seperti ini
لَا يُقَالُ
Tidak boleh diucapkan oleh seorang yang beriman, tidak boleh keluar dari lisan kita ucapan yang seperti ini.
Orang yang beriman dinamakan orang beriman Kenapa? karena dia percaya karena dia yakin tentang kebenaran agama ini kebenaran apa yang Allah ucapkan dan apa yang diucapkan oleh rasul-Nya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shallallahu alaihi wasallam sehingga tidak boleh dia menanyakan demikian tapi dia harus yakin bahwasanya Allah subhanahu wata'ala adalah yang Maha bijaksana, tidak ada kezaliman di dalam apa yang Allah lakukan meskipun hanya sedikit,
وَمَا رَبُّكَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ
Dan tidaklah rohmu menzalimi hamba-hamba-Nya
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ…
[QS an-Nisa 40]Allah tidak menzalimi meskipun hanya sebesar atau seberat semut.
Ada keyakinan itu dalam diri kita, tidak mungkin Allah pasti di sana anda hikmahnya pasti di sana tidak ada kezaliman di dalamnya, sehingga Tidak sepantasnya dia mengatakan لِـمَ Kenapa, كَيْفَ bagaimana.
Allah mengatakan,
لَا يُسْـَٔلُ عَمَّا يَفْعَلُ
Allah tidak ditanya tentang apa yang Dia kerjakan, Allah tidak ditanya tentang apa yang Dia kerjakan tapi kita yakin Allah subhanahu wata'ala adalah Allah melakukan apa yang dia kehendaki dan apa yang Allah lakukan pasti disana ada hikmah.
Allah tidak melakukan sesuatu dengan main², tidak melakukan sesuatu dengan sia-sia semuanya dengan hikmah yang mendalam, namun tidak semua hikmah tersebut kita memahaminya tidak semua itu Hikmah tersebut kita mengetahuinya.
Ini ucapan Al Imam Ahmad bin Hambal, tidak boleh dikatakan
لِـمَ وَلَا كَيْفَ
Tidak boleh kita mengatakan Kenapa dan tidak boleh kita mengatakan bagaimana.
Jangan kita terpengaruh dengan ucapan sebagai orang yang merasa sangat cerdas sok kritis, Kita harus berani untuk mengatakan Kenapa kita harus berani untuk mengatakan bagaimana terkadang ini menyimpang sebagian Penuntut ilmu, menanyakan tentang perkara seperti ini tapi tidak pada tempatnya kalau pada tempatnya tidak masalah tapi kalau tentang masalah takdir tentang masalah nama dan juga sifat Allah dia mengatakan bagaimana Allah beristiwa, ini tidak sepantas yang diucapkan oleh seseorang ini tidak pernah ditanyakan oleh orang yang lebih semangat daripada dia dalam agama ini yaitu para Shahabat radhiyallahu ta’ala anhum.
إِنَّمَا هُوَ اَلتَّصْدِيقُ وَالْإِيمَانُ بِهَا
Sesungguhnya dia adalah membenarkan dan beriman dengannya.
Itu yang harus kita lakukan, kita harus membenarkan tidak boleh kita dustakan dan kita harus beriman tidak boleh kita kufur seluruh ayat-ayat dan juga hadis yaitu shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam baik masuk kedalam akal kita atau ditidak masuk kedalam akal kita maka kita harus Imani dan kita benarkan.
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]