Halaqah 40: Beriman dengan Ru’yatullah (Melihat Allah) di Hari Kiamat (Bagian 3)

Halaqah yang ke-40 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah adalah tentang beriman dengan ru'yatullah (melihat Allah) di hari kiamat bagian 3.

Allah subhanahu wata'ala juga menyebutkan tentang akan melihatnya orang-orang yang beriman kepada Allah subhanahu wata'ala di dalam sebuah ayat yaitu di dalam surat Al-Qiyamah Allah subhanahu wata'ala mengatakan, menceritakan tentang bagaimana keadaan orang-orang beriman di dalam surga

وُجُوهٞ يَوۡمَئِذٖ نَّاضِرَةٌ ٢٢
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٞ ٢٣

Wajah-wajah di hari tersebut dalam keadaan berseri-seri, dalam keadaan mereka bergembira terlihat kegembiraan mereka di dalam wajah-wajah mereka, kegembiraan yang luar biasa, sebabnya yaitu

إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٞ ٢٣

Kepada Rabb mereka mereka dalam keadaan melihat.

Para ulama menyebutkan bahwasanya kata an-nadzhor di dalam bahasa Arab ini memiliki beberapa makna tergantung keadaan yang setelahnya, kalau setelahnya adalah في maka yang dimaksud adalah memikirkan, seseorang mengatakan نظرت في أمرك (Aku akan memikirkan urusanmu)

Dan di dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata'ala juga menggunakan an-nadzhor fī, yaitu firman Allah subhanahu wata'ala

أَوَلَمۡ يَنظُرُواْ فِي مَلَكُوتِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا خَلَقَ ٱللَّهُ مِن شَيۡءٖ
[Al-A’raf:185]

Apakah mereka tidak melihat pada kerajaan langit dan juga bumi, melihat maksudnya di sini adalah memikirkan.

Terkadang an-nadzhor setelahnya adalah إِلَى seperti misalnya Firman Allah subhanahu wata'ala

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى ٱلۡإِبِلِ كَيۡفَ خُلِقَتۡ ١٧
[Al-Ghasyiyah]

Apakah mereka tidak melihat kepada unta bagaimana dia diciptakan, mereka tidak melihat maksudnya adalah melihat dengan mata kepala mereka, kalau an-nadzhor setelahnya adalah إِلَى maka yang dimaksud adalah melihat dengan mata.

Dan terkadang an-nadzhor tidak ada setelahnya في dan tidak ada setelahnya إِلَى maka yang dimaksud adalah menunggu, seperti misalnya Firman Allah subhanahu wata'ala ketika Allah subhanahu wata'ala menceritakan tentang orang-orang munafiq

يَوۡمَ يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتُ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱنظُرُونَا نَقۡتَبِسۡ مِن نُّورِكُمۡ
[Al-Hadid:13]

Ketika orang-orang munafiq yang laki-laki maupun wanita mereka berkata kepada orang-orang yang beriman tunggulah kami, kami ingin mendapatkan cahaya kalian. Ini di hari kiamat ketika Allah subhanahu wata'ala memadamkan cahaya orang-orang yang munafiq dan yang memiliki cahaya adalah orang-orang yang beriman maka mereka dipisahkan atau mulai dijauhkan oleh Allah subhanahu wata'ala dari orang-orang yang beriman akhirnya mereka mengatakan ini.

Ada tiga penggunaan, an-nadzhor fī, an-nadzhor ila, kemudian an-nadzhor saja tanpa ada fī dan ila, masing-masing memiliki makna.

Sekarang kalau kita kembali kepada ayat tadi

وُجُوهٞ يَوۡمَئِذٖ نَّاضِرَةٌ ٢٢
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٞ ٢٣

Kepada Rabb mereka mereka melihat, di sini pakai ila menunjukkan maknanya adalah melihat dengan mata, bukan yang dimaksud melihat dengan mata hati atau dikatakan memikirkan, tapi yang dimaksud disini adalah melihat dengan mata kita.

Ini dalil diantara dalil-dalil Ahlus Sunnah yang menunjukkan tentang melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat. Kemudian juga ketika Allah subhanahu wata'ala di sini menyandarkan memandang disini kepada wajah karena Allah subhanahu wata'ala mengatakan

وُجُوهٞ يَوۡمَئِذٖ نَّاضِرَةٌ ٢٢
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٞ ٢٣

Disandarkan kepada wajah disini, dan ini semakin menguatkan bahwasanya yang dimaksud adalah melihat dengan mata karena wajah ini adalah tempatnya mata itu berada. Ini di antara dalil Ahlussunnah dari Al-Qur’an yang menunjukkan tentang keimanan kita dengan ru’yatullah yaumal qiyamah.

Di dalam ayat yang lain yaitu dalam surah Al-Muthaffifin Allah subhanahu wata'ala mengatakan

كَلَّآ إِنَّهُمۡ عَن رَّبِّهِمۡ يَوۡمَئِذٖ لَّمَحۡجُوبُونَ ١٥

Sekali-kali tidak sesungguhnya mereka di hari tersebut (di hari kiamat) dalam keadaan mereka di tutup oleh Allah subhanahu wata'ala.

Allah subhanahu wata'ala di sini berbicara tentang orang-orang kafir al-mukadzibun, karena ayat sebelumnya Allah subhanahu wata'ala mengatakan

وَيۡلٞ يَوۡمَئِذٖ لِّلۡمُكَذِّبِينَ ١٠
ٱلَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوۡمِ ٱلدِّينِ ١١
وَمَا يُكَذِّبُ بِهِۦٓ إِلَّا كُلُّ مُعۡتَدٍ أَثِيمٍ ١٢
إِذَا تُتۡلَىٰ عَلَيۡهِ ءَايَٰتُنَا قَالَ أَسَٰطِيرُ ٱلۡأَوَّلِينَ ١٣
كَلَّاۖ بَلۡۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ١٤
كَلَّآ إِنَّهُمۡ عَن رَّبِّهِمۡ يَوۡمَئِذٖ لَّمَحۡجُوبُونَ ١٥

Allah subhanahu wata'ala berbicara tentang al-mukadzibun (orang-orang yang mendustakan hari kiamat), diantara hukuman bagi mereka adalah mereka akan maḥjūb (dihalangi) dari Allah subhanahu wata'ala, yaitu tidak akan melihat Allah subhanahu wata'ala, melihat Allah subhanahu wata'ala ini adalah sebuah kehormatan di hari tersebut maka mereka tidak akan melihat Allah subhanahu wata'ala mereka akan dihalangi untuk melihat Allah subhanahu wata'ala.

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah ketika beliau menafsirkan ayat ini, dan beliau tentunya seperti ulama-ulama ahlussunnah yang lain berada di atas aqidah yang satu meyakini tentang ru’yatullah yaumal qiyamah, beliau menyatakan bahwasanya ketika Allah subhanahu wata'ala mengabarkan bahwa orang-orang kafir dihalangi untuk melihat Allah subhanahu wata'ala bisa dipahami bahwasanya orang-orang yang beriman mereka akan dibiarkan (diizinkan) untuk melihat Allah subhanahu wata'ala.

Ketika orang-orang kafir mereka dihalangi untuk melihat Allah subhanahu wata'ala menunjukkan bahwasanya orang-orang yang beriman mereka akan diberikan oleh Allah subhanahu wata'ala kemuliaan, diberikan kehormatan oleh Allah subhanahu wata'ala untuk melihat Allah subhanahu wata'ala. Ini pendalilan yang sangat jeli dari seorang Imam Asy-Syafi’i rahimahullah
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url