Halaqah 44: Kelompok Ekstrim Terkait Ru’yatullah di Hari Kiamat
Halaqah yang ke-44 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah adalah tentang kelompok ekstrim terkait ru'yatullah di hari kiamat.
Disana ada orang yang berlebihan, kalau kita sebutkan ada yang mengingkari, orang-orang mu’tazilah mengingkari adanya ru’yatullah yaumal qiyamah, mereka mengingkari ru’yatullah baik di dunia maupun di akhirat, berdalil dengan Firman Allah subhanahu wata'ala
engkau tidak melihat-Ku, mereka mengatakan tidak melihat-Ku berarti di dunia maupun di akhirat dan لَن kata mereka ini adalah menunjukkan selama-lamanya di dunia maupun di akhirat.
Kita katakan bahwasanya لَن tidak semua demikian maknanya, terkadang لَن itu menunjukkan waktu yang lama dan tidak menunjukkan bahwasanya selama-lamanya akan dinafikan.
Contoh misalnya dalam ayat ketika Allah subhanahu wata'ala menceritakan tentang orang-orang Yahudi yang mereka tidak akan berangan-angan untuk meninggal dunia
Mereka tidak akan berangan-angan untuk mati dengan sebab perbuatan dosa-dosa mereka.
Dalam ayat yang lain Allah subhanahu wata'ala menceritakan bahwasanya orang-orang kafir ketika mereka masuk ke dalam neraka mereka akan berangan-angan untuk mati
Mereka memanggil Malik penjaga neraka, hendaklah Rabb-mu mematikan kami, bukankah ini adalah angan-angan, mereka sudah tidak kuat dengan siksaan yang pedih di dalam neraka mereka berangan-angan untuk meninggal dunia
Malik mengatakan kalian akan terus selamanya seperti ini di dalam neraka, tidak akan meninggal dunia, menunjukkan bahwasanya kelak mereka akan berangan-angan untuk mati. Berarti لَن tidak semuanya bermakna dinafikan selama-lamanya.
Kemudian mereka juga berdalil dengan Firman Allah subhanahu wata'ala
Allah subhanahu wata'ala tidak di-idrak oleh pandangan-pandangan tapi Dia-lah yang akan meng-idrak pandangan-pandangan, idrak di sini maksudnya adalah meliputi. Mereka berdasarkan ayat ini mengatakan berarti Allah subhanahu wata'ala tidak akan dilihat karena Allah subhanahu wata'ala mengatakan pandangan-pandangan tidak akan meliputi Allah subhanahu wata'ala.
Kita katakan bahwasanya lain antara idrak dengan ru’yah, idrak ini maknanya lebih khusus, ru’yah adalah melihat adapun idrak maknanya adalah meliputi, kita melihat Allah subhanahu wata'ala tapi kita tidak meliputi karena Allah subhanahu wata'ala Dia-lah yang Maha Besar, kita adalah makhluk yang kecil dan Allah subhanahu wata'ala adalah Maha Besar, kita melihat Allah subhanahu wata'ala tapi kita tidak bisa meliputi Allah subhanahu wata'ala, itu maksudnya.
Ini sebagian syubhat yang dibawakan oleh orang-orang yang mengingkari ru’yatullah. Di sana ada yang berlebihan mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata'ala bisa dilihat di dunia maupun di akhirat, ini orang-orang Sufi, mereka mengaku telah melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia, biasa mereka melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia baik dalam keadaan mimpi maupun dalam keadaan bangun, berarti mereka meyakini bisa melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia maupun di akhirat.
Lihat dua kelompok ini berlebih-lebihan, yang pertama mengingka ru’yatullah di dunia maupun di akhirat, yang kedua menetapkan ru’yatullah di dunia maupun di akhirat. Adapun ahlussunnah maka mereka berada di pertengahan, mereka memperinci, di dunia kita tidak bisa melihat Allah subhanahu wata'ala tapi di akhirat kita akan melihat Allah subhanahu wata'ala.
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]
Disana ada orang yang berlebihan, kalau kita sebutkan ada yang mengingkari, orang-orang mu’tazilah mengingkari adanya ru’yatullah yaumal qiyamah, mereka mengingkari ru’yatullah baik di dunia maupun di akhirat, berdalil dengan Firman Allah subhanahu wata'ala
لَن تَرَىٰنِي
engkau tidak melihat-Ku, mereka mengatakan tidak melihat-Ku berarti di dunia maupun di akhirat dan لَن kata mereka ini adalah menunjukkan selama-lamanya di dunia maupun di akhirat.
Kita katakan bahwasanya لَن tidak semua demikian maknanya, terkadang لَن itu menunjukkan waktu yang lama dan tidak menunjukkan bahwasanya selama-lamanya akan dinafikan.
Contoh misalnya dalam ayat ketika Allah subhanahu wata'ala menceritakan tentang orang-orang Yahudi yang mereka tidak akan berangan-angan untuk meninggal dunia
وَلَن يَتَمَنَّوۡهُ أَبَدَۢا بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡۚ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِٱلظَّٰلِمِينَ ٩٥
[Al-Baqarah]Mereka tidak akan berangan-angan untuk mati dengan sebab perbuatan dosa-dosa mereka.
Dalam ayat yang lain Allah subhanahu wata'ala menceritakan bahwasanya orang-orang kafir ketika mereka masuk ke dalam neraka mereka akan berangan-angan untuk mati
وَنَادَوۡاْ يَٰمَٰلِكُ لِيَقۡضِ عَلَيۡنَا رَبُّكَۖ قَالَ إِنَّكُم مَّٰكِثُونَ ٧٧
[Az-Zukhruf]Mereka memanggil Malik penjaga neraka, hendaklah Rabb-mu mematikan kami, bukankah ini adalah angan-angan, mereka sudah tidak kuat dengan siksaan yang pedih di dalam neraka mereka berangan-angan untuk meninggal dunia
قَالَ إِنَّكُم مَّٰكِثُونَ
Malik mengatakan kalian akan terus selamanya seperti ini di dalam neraka, tidak akan meninggal dunia, menunjukkan bahwasanya kelak mereka akan berangan-angan untuk mati. Berarti لَن tidak semuanya bermakna dinafikan selama-lamanya.
Kemudian mereka juga berdalil dengan Firman Allah subhanahu wata'ala
لَّا تُدۡرِكُهُ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَهُوَ يُدۡرِكُ ٱلۡأَبۡصَٰرَۖ
[Al-An’am:103]Allah subhanahu wata'ala tidak di-idrak oleh pandangan-pandangan tapi Dia-lah yang akan meng-idrak pandangan-pandangan, idrak di sini maksudnya adalah meliputi. Mereka berdasarkan ayat ini mengatakan berarti Allah subhanahu wata'ala tidak akan dilihat karena Allah subhanahu wata'ala mengatakan pandangan-pandangan tidak akan meliputi Allah subhanahu wata'ala.
Kita katakan bahwasanya lain antara idrak dengan ru’yah, idrak ini maknanya lebih khusus, ru’yah adalah melihat adapun idrak maknanya adalah meliputi, kita melihat Allah subhanahu wata'ala tapi kita tidak meliputi karena Allah subhanahu wata'ala Dia-lah yang Maha Besar, kita adalah makhluk yang kecil dan Allah subhanahu wata'ala adalah Maha Besar, kita melihat Allah subhanahu wata'ala tapi kita tidak bisa meliputi Allah subhanahu wata'ala, itu maksudnya.
Ini sebagian syubhat yang dibawakan oleh orang-orang yang mengingkari ru’yatullah. Di sana ada yang berlebihan mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata'ala bisa dilihat di dunia maupun di akhirat, ini orang-orang Sufi, mereka mengaku telah melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia, biasa mereka melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia baik dalam keadaan mimpi maupun dalam keadaan bangun, berarti mereka meyakini bisa melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia maupun di akhirat.
Lihat dua kelompok ini berlebih-lebihan, yang pertama mengingka ru’yatullah di dunia maupun di akhirat, yang kedua menetapkan ru’yatullah di dunia maupun di akhirat. Adapun ahlussunnah maka mereka berada di pertengahan, mereka memperinci, di dunia kita tidak bisa melihat Allah subhanahu wata'ala tapi di akhirat kita akan melihat Allah subhanahu wata'ala.
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]