Wasiat Perpisahan Rasulullah (Bagian 1)

Materi yang akan kita sampaikan adalah penjelasan dari sebuah hadits yang agung diantara hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, dan hadits ini disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah di dalam kitab beliau Al-‘Arbai’in An-Nawawiyah, sebuah kitab yang masyhur dikarang oleh Al-Imam An-Nawawi yang berisi tentang 42 hadits yang merupakan pokok-pokok ajaran agama Islam.

Dan disebutkan hadits ini pada hadits ke 28 dan ini menunjukkan tentang kedudukan hadits ini di mata para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena didalamnya disebutkan tentang pokok ajaran agama Islam.

Dan senantiasa para ulama, mereka terus menggali dan mendalami hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam yang merupakan wahyu yang Allah turunkan sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ ۞ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوحَىٰ ۞

“Dan tidaklah Muhammad berbicara dari hawa nafsunya, apa yang dia ucapkan adalah wahyu yang diwahyukan kepada Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam”(QS. An-Najm : 3-4)

Sehingga para ulama terus menggali apa yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, mengambil faedah, merenungi apa yang diucapkan oleh Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam dan (in sya Allah) apa yang akan kita sampaikan ini adalah bagian dari usaha kita menyebarkan sunnah dan mengenalkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam kepada ummat.

Ikhwah sekalian yang dimuliakan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

Beliau rahimahullah mengatakan;

الحديث الثامن والعشرون

“Hadits yang ke 28”

Kemudian beliau (rahimahullah) mengatakan:

عَن أَبي نَجِيحٍ العربَاضِ بنِ سَاريَةَ رضي الله عنه

Dari Abu Najih, ini adalah kunyah dari sahabat ‘Irbad ibn Sariyah, seorang sahabat yang mulia (semoga Allah meridhai beliau).

Beliau menceritakan:

قَالَ: وَعَظَنا رَسُولُ اللهِ صلى اللّٰه عليه وسلم مَوعِظَةً وَجِلَت مِنهَا القُلُوبُ وَذَرَفَت مِنهَا العُيون

Beliau mengatakan:

“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah memberikan mau’izhah (memberikan nasehat)”

Kemudian disifati nasehat yang disebutkan atau yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam dengan dua sifat.

Yang pertama:

وَجِلَت مِنهَا القُلُوبُ

“Nasehat tersebut menjadikan hati-hati kami bergetar, menjadikan hati-hati kami takut”

وَذَرَفَت مِنهَا العُيون

“Dan menjadikan mata kami berlinang air mata”

Yang dimaksud dengan mau’izhah (مَوعِظَةً) didalam bahasa arab adalah nasehat yang isinya adalah dorongan untuk melakukan sesuatu. Dinamakan dengan targhib (ترغيب) atau didalamnya ada usaha untuk menakut-nakuti dari sesuatu.

Disebutkan (misalnya) pahala yang besar, dinamakan dengan targhib (ترغيب) atau didalamnya ada tarhib (ترهيب) yaitu menakut-nakuti dari sesuatu, disebutkan tentang ancaman didunia atau ancaman di neraka, maka ini dinamakan dengan mau’izhah (مَوعِظَةً)

Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam jarang melakukan mau’izhah (artinya) beliau tidak melakukan mau’izhah ini setiap hari.

Mau’izhah yang isinya dorongan dan juga nasehat (menakut-nakuti) supaya manusia takut dengan maksiat, takut dengan neraka dan seterusnya, ini dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam tidak setiap hari.

Disebutkan didalam hadits:

كان يتخولها

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam menjarangkannya”

Kenapa demikian?

Karena yang namanya hati bisa bosan, apabila setiap hari diberikan mau’izhah maka hati akan bosan. Sehingga hikmah dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam memberikan nasehat ini (mau’izhah ini) kepada para sahabatnya secara jarang.

Dan sebagian sahabat dahulu memberikan mau’izhah sepekan sekali.

Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mensifati mau’izhah disini dengan 2 sifat,

• Sifat yang pertama:

وَجِلَت مِنهَا القُلُوبُ

“Mau’izhah tersebut menjadikan hati kami menjadi takut”.

Jadi apa yang disampaikan oleh Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam tadi masuk ke dalam hati para sahabat radhiyallahu ‘anhum sehingga hati-hati mereka benar-benar terpengaruh dan menjadikan hati mereka takut kepada Allah (takut dengan adzab-Nya).

• Sifat yang kedua:

وَذَرَفَت مِنهَا العُيون

“Nasehat tersebut menjadikan air mata kami berlinang”

Menunjukkan bahwasanya mau’izhah yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam tadi adalah nasehat yang dalam.

Disebutkan didalam sebuah riwayat:

موعظة بليغة

“Nasehat yang sangat dalam”

Dan nasehat yang baligh (بليغة) maksudnya adalah nasehat yang disitu penasehatnya menggunakan kata-kata yang fasih, kata-kata yang ringkas, kata-kata yang singkat tetapi mengena pada hati manusia.

Oleh karena itu seseorang apabila ingin menasehati dengan makna yang tadi kita sebutkan, diutamakan dia memilih kata-kata yang bisa mengena dan bisa mempengaruhi orang yang mendengarkannya. Sebagaimana ini dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Dan ini menunjukkan tentang bagaimana lembutnya hati para sahabat radhiyallahu ‘anhum sehingga hati mereka mudah bergetar ketika mendengarkan nasehat dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam dan mudah mata mareka menangis ketika mendengarkan nasehat dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Dan Allah telah memuji di dalam Al-Qur’an orang-orang yang beriman dimana mereka apabila mendengar ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala hati mereka bergetar.

Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka takut hati mereka”

وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala maka ayat-ayat tersebut menambah keimanan didalam hati mereka” (QS. Al-Anfal: 2)

Dan Allah juga menceritakan sebagian orang beriman yang lain, yang apabila mereka mendengar apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya mereka menangis.

Sebagaimana firman Allah:

وَإِذَا سَمِعُوا۟ مَآ أُنزِلَ إِلَى ٱلرَّسُولِ تَرَىٰٓ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ ٱلدَّمْعِ

“Engkau melihat mata-mata mereka mengalir air mata (yaitu) apabila mereka mendengar apa yang Allah turunkan kepada rasul-Nya maka engkau melihat bahwasanya mata mereka mengalir dengan air mata” (QS. Al-Maidah: 83)

Maka ini menunjukkan bagaimana para sahabat radhiyallahu ‘anhum memiliki hati yang lembut.

Dan hati yang keras adalah orang yang susah untuk menangis karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila seseorang susah untuk menangis karena Allah dan susah hatinya bergetar ketika mendengar nasehat, maka hendaklah dia segera mengoreksi hatinya, memperbanyak istighfar dan hendaklah dia sadar bahwasanya ini semua tidak terjadi kecuali karena banyaknya dosa yang dia lakukan.

Kemudian,

فَقُلْنَا

Ketika mendengar nasehat ini, maka kami berkata:

يَارَسُولَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ

“Ya Rasulullah sepertinya nasehat ini adalah nasehat seorang yang ingin berpisah”

Ketika mereka mendengar nasehat ini dan didalam nasehat tersebut Beliau mengucapkan nasehat yang dalam seakan-akan Beliau sebentar lagi akan meninggalkan para sahabat Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Sehingga sebagian mereka mengatakan, “Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat orang yang akan berpisah”

فَأَوصِنَا

“Maka berikanlah nasehat kepada kami”

Tentunya ini adalah perkiraan sahabat ketika melihat kata-kata yang digunakan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Kemudian mereka mengatakan,

فَأَوصِنَا

“Berikanlah nasehat kepada kami”

Yang dimaksud dengan wasiat adalah nasehat yang dikuatkan bukan nasehat yang biasa.

Kenapa mereka meminta wasiat?

Karena mereka melihat kata-kata yang digunakan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, mereka mengira bahwasanya Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam sebentar lagi akan meninggalkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Dan biasanya orang yang akan berpisah, dia akan berwasiat dengan wasiat-wasiat yang agung, karena dia tahu setelah ini dia tidak akan bisa memberikan wasiat lagi.

Tidak bisa memberikan nasehat, maka dia memilih wasiat-wasiat yang paling penting bagi orang-orang yang dia cintai, yang sebentar lagi akan ditinggalkan.

Maka fiqih para sahabat disini, ketika mereka melihat dan mengira kata-kata tersebut adalah kata-kata orang yang akan berpisah, kemudian mereka meminta wasiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.

Karena diminta untuk memberikan wasiat akhirnya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam pun memberikan wasiat.

Beliau mengatakan :

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عز وجل

“Aku wasiatkan kepada kalian dengan bertaqwa kepada Allah.”

Ini adalah wasiat pertama yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam kepada para sahabat saat itu.

Dan ini adalah wasiat untuk kita semua, wasiat yang paling agung dan tidak ada wasiat yang lebih besar, yang lebih agung daripada wasiat ini (yaitu) wasiat untuk bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Bertaqwa kepada Allah adalah sebab kesuksesan kita di dunia dan akhirat, sebab kita mendapatkan seluruh kebaikan di dunia dan juga di akhirat. Seluruh kebaikan di dunia dan akhirat adalah dengan sebab taqwa.

Oleh karena itu Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam menjadikan wasiat ini adalah wasiat yang pertama sebelum yang lain.

Dan inilah wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk orang-orang yang terdahulu dan juga orang-orang yang akan datang sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ

“Dan sungguh Kami (Allah Subhanahu wa Ta’ala ) telah mewasiatkan kepada orang-orang ahlul kitab sebelum kalian dan juga kalian (kaum muslimin), (أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ) supaya kalian bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala” (QS. An-Nissa: 131)

Ini adalah wasiat Allah Lilawwalina wal Akhirin, untuk orang-orang yang terdahulu dan juga yang akan datang.

Oleh karena itu didahulukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam sebelum wasiat yang lain. Karena orang yang bertaqwa (sekali lagi) dia akan mendapatkan kebaikan di dunia dan juga di akhirat.

Diantara keutamaan bertaqwa diberikan dia jalan keluar dalam setiap permasalahan.

Allah mengatakan:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

“Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah maka akan diberikan dia jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq: 2)

Permasalahan apa saja, sepelik apapun kalau dia bertaqwa kepada Allah maka akan Allah berikan jalan keluar.

والله على كل شَيْءٍ قَدير

“Allah Maha mampu untuk melakukan segala sesuatu”

Barang siapa yang ingin mendapatkan kemudahan di dalam setiap urusannya, urusan keluarganya, urusan kantornya, urusan masyarakatnya, maka hendaklah dia berpegang dengan taqwa kepada Allah.

Dan taqwa adalah sebab seseorang mendapatkan rezeki dari arah yang tidak dia sangka, sebagaimana firman Allah

وَمَن یَتَّقِ ٱللَّهَ یَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجࣰا ۞ وَیَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَیۡثُ لَا یَحۡتَسِبُۚ

“…Dan Allah akan memberikan rezeki kepadanya dari arah yang tidak dia sangka.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Barang siapa yang ingin diberkahi rezekinya, diberikan rezeki dari arah yang tidak dia sangka, maka hendaklah dia berpegang dengan ketaqwaan. Dan Allah menjanjikan bagi sebuah daerah, sebuah negeri yang mereka bertaqwa kepada Allah maka Allah akan membukakan berkah dari langit maupun dari bumi bagi negeri tersebut.

Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Seandainya penduduk negeri mereka bertaqwa dan juga beriman niscaya Kami akan bukakan bagi mereka berkah-berkah dari langit maupun dari bumi” (QS. Al-Araf: 96)

⇒ Dan masih banyak disana keutamaan-keutamaan bertaqwa.

Demikian pula keselamatan seseorang di akhirat sebabnya adalah ketaqwaan yang dia miliki di dunia, mulai dari sakaratul maut (taqwa ini berpengaruh) dan masuk ke dalam alam kubur maka taqwa ini memiliki peran.

Ketika dia dibangkitkan, ketika dia dikumpulkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla, ketika dihisab, ketika dihitung timbangannya, ketika dia melewati jembatan diatas jahanam, maka semuanya akan kita lihat bahwasanya ketaqwaan disana sangat berpengaruh.

Allah mengatakan:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا

“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertaqwa kesuksesan keberuntungan” (QS. An-Naba’: 31)

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mereka di dalam surga-surga dan di dalam mata air-mata air” (QS. Al-Hijr: 45)

Ini menunjukkan bahwasanya orang-orang yang bertaqwa, akan masuk ke dalam surga. Intinya kebaikan dunia dan akhirat didapatkan dengan taqwa.

Apa yang dimaksud dengan taqwa?

Para ulama telah memberikan definisi yang banyak tentang ketaqwaan. Dan definisi Taqwa yang banyak dipuji oleh para ulama adalah ucapan Thalq ibnu Habib ketika beliau mengatakan bahwasanya Taqwa adalah:

أن تعمل بطاعة الله علي نور من الله ترجو ثواب الله. و أن تترك معصية الله علي نور من الله تخاف عذاب الله

Yang dimaksud dengan taqwa yang kita sebutkan kebaikannya di dunia dan juga di akhirat adalah:

“Engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah menjalankan perintah, melakukan kewajiban, melakukan perkara yang mustahab diatas cahaya dari Allah”

Diatas cahaya dari Allah maksudnya dengan dalil dari Al-Qur’an maupun dari hadits.

Engkau mengharap pahala dari Allah berarti menjalankan perintah berdasarkan dalil, kalau tidak berdasarkan dalil maka bukan taqwa namanya.

Barang siapa mengamalkan sebuah amalan meskipun menurut manusia baik tetapi kalau tidak ada dalilnya maka bukan termasuk taqwa.

Engkau mengharap pahala dari Allah menjalankan perintah berdasarkan dalil dan niatnya dalam hati adalah mengharapkan pahala.

Kalau niatnya bukan mengharapkan pahala dari Allah berarti bukan taqwa, seperti orang yang beramal shalih tapi niatnya ingin pujian dari manusia, taqwa atau bukan?

Bukan taqwa !

Taqwa, menjalankan perintah berdasarkan dalil kemudian dia mengharapkan pahala dari Allah (yaitu) dia melakukannya dengan ikhlas.

Kemudian beliau mengatakan :

“dan engkau meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan dalil”

Tidak boleh seseorang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, ketika dia meninggalkan kemaksiatan maka harus berdasarkan dalil juga. Yaitu mengetahui bahwasanya amalan ini diharamkan, maka dia tinggalkan atau amalan ini dimakruhkan maka dia tinggalkan karena itu makruh.

Tidak boleh seseorang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, mengatakan ini haram padahal tidak ada dalil yang mengharamkan, maka ini bukan taqwa namanya. Taqwa adalah meninggalkan kemaksiatan dengan dalil.

Kemudian yang ketiga,

تخاف عذاب الله

“Meninggalkan kemaksiatan tersebut karena takut dari azab Allah”

Bukan karena malu kepada manusia atau supaya dikatakan sebagai orang yang shalih orang yang alim, karena dia tahu bahwasannya kelak akan ada adzab bagi orang yang melakukan kemaksiatan sehingga dia meninggalkan. Ini baru dikatakan sebagai taqwa. Kalau tidak demikian maka tidak dikatakan sebagai taqwa.

Ini menunjukkan bahwasanya orang yang ingin bertaqwa maka dia harus thalabul ‘ilm, maka dia harus belajar karena disebutkan tadi, melaksanakan perintah berdasarkan dalil, meninggalkan larangan berdasarkan dalil, berarti harus thalabul ‘ilmi, harus belajar.

Tidak mungkin seseorang bisa mewujudkan taqwa kepada Allah kecuali apabila dia belajar agama.

Ini wasiat yang pertama yaitu wasiat bertaqwa dan banyak di dalam Al-Qur’an, Allah menyuruh orang-orang yang beriman untuk bertaqwa:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

(QS. ali-Imran: 102)

Dan Allah mengatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ۞ يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

(QS. Al-Ahzab: 70-71)

Dan Allah juga menyuruh manusia secara umum untuk bertaqwa kepada Allah:

يَا أَيُّهَا الناس اتَّقُوا ربكم

“Wahai manusia, Bertaqwalah kepada Tuhan-mu….” (QS. Al Hajj: 1)

Dan Allah juga mengatakan Nabi-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ

“Wahai Nabi, hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah” (QS. Al-Ahzab: 1)

Kenapa? Karena dibalik taqwa ini ada kebaikan yang banyak di dunia maupun di akhirat.
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan wasiat perpisahan Rasulullah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url