Halaqah 57: Tinggalnya Orang-Orang Beriman dan Orang-Orang Munafik
Materi HSI pada pertemuan halaqah ke-57 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy adalah tentang tinggalnya orang-orang beriman dan orang-orang munafik. Di dalam hadits Abu Said Al-Khudri yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwasanya setelah orang-orang kafir baik musyrikin maupun ahlul kitab digiring ke neraka, maka tidak tersisa kecuali orang-orang yang menyembah Allah Subhanahu wata'ala, yang shalih maupun yang fajir.
Dikatakan kepada mereka, “Apa yang menghalangi kalian untuk pergi, sedangkan manusia sudah pergi?
Dalam riwayat Muslim,
“Apa yang kalian tunggu? Mereka berkata, “Kami berbeda dengan mereka di dunia. Padahal kami dahulu butuh dengan mereka”.
- Maksudnya mereka dahulu bertauhid tidak menyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir.
Meskipun mereka membutuhkan orang-orang kafir tersebut dalam beberapa hal.
Mereka berkata, “Sungguh kami telah mendengar penyeru, menyeru supaya setiap kaum mengikuti apa yang dia sembah. Dan kami sekarang sedang menunggu Rabb kami”.
Maka datanglah Allah Subhanahu wata'ala di dalam bentuk yang berbeda dengan bentuk yang mereka lihat pertama kali.
- Ini menunjukkan bahwasanya orang-orang yang beriman akan melihat Allah Subhanahu wata'ala di Padang Mahsyar.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka Allah Subhanahu wata'ala berkata, “Aku adalah Rabb kalian”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah darimu. Kami tidak menyekutukan Allah sedikit pun”. Mereka mengatakan perkataan ini dua atau tiga kali.
- Maksudnya Allah Subhanahu wata'ala akan menguji mereka dengan memperlihatkan diri-Nya kepada mereka dalam bentuk yang lain.
Ketika mereka melihat Allah Subhanahu wata'ala dalam bentuk yang lain, maka mereka berlindung kepada Allah Subhanahu wata'ala, supaya tidak terfitnah di dalam ujian ini.
Dan ucapan mereka, “Kami tidak menyekutukan Allah Subhanahu wata'ala sedikit pun” menunjukkan tentang keutamaan tauhid.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka tidak berbicara kepada Allah Subhanahu wata'ala saat itu kecuali para Nabi.”
Maka Allah Subhanahu wata'ala berkata, “Apakah kalian memiliki tanda sehingga kalian mengetahui bahwa Dia adalah Rabb kalian?”.
Mereka berkata, “Betis”
Maka disingkaplah betis Allah Subhanahu wata'ala.
Para ulama mengatakan bahwasanya ini adalah termasuk hadits yang berisi sifat Allah Subhanahu wata'ala. Kewajibah kita beriman bahwasanya Allah Subhanahu wata'ala memiliki betis sesuai dengan keagungan-Nya.
Tidak boleh kita ingkari, tidak boleh kita serupakan dengan makhluk, tidak boleh kita takwil, dan tidak boleh kita bertanya tentang bagaimananya.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka sujudlah setiap mukmin”.
Dan dalam riwayat Muslim disebutkan,
“Tidak tersisa orang yang dahulu sujud untuk Allah Subhanahu wata'ala, ikhlas dari dirinya kecuali Allah akan mengijinkan dia bersujud. Kemudian tidaklah tersisa orang yang dahulu sujud karena hanya ingin melindungi diri dan riya’ kecuali Allah Subhanahu wata'ala akan menjadikan punggungnya menjadi rata.”
Setiap akan sujud dia jatuh tersungkur di atas tengkuknya.
• Maksudnya dia tidak bisa sujud karena punggungnya yang semula memiliki beberapa ruas tulang yang memudahkan dia untuk membungkuk, menjadi hanya memiliki satu ruas tulang yang rata.
Demikianlah keadaan orang-orang yang dahulu menipu Allah Subhanahu wata'ala dan orang-orang yang beriman di dunia. Maka Allah Subhanahu wata'ala menipu mereka.
Mereka mengira bahwasanya mereka akan selamat dengan tinggalnya mereka saat itu bersama orang-orang yang beriman.
Namun ternyata perkiraan mereka adalah perkiraan yang salah.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kemudian orang-orang yang beriman mengangkat kepala mereka dan Allah Subhanahu wata'ala telah kembali kepada bentuk-Nya yang semula.
Kemudian Allah Subhanahu wata'ala berkata, “Aku adalah Rabb kalian”.
Mereka pun berkata, “Engkau adalah Rabb kami”.