Halaqah 62: Penjelasan Umum Bab
Halaqah yang ke-62 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman At-Tamimi rahimahullah.
قال رحمه اللّٰه : (باب) ما جاء أن البدعة أشد من الكبائر
“Bab apa-apa yang datang berupa penjelasan, berupa dalīl yang menjelaskan bahwasanya bid’ah, ini lebih keras, lebih besar dosanya daripada Al-Kabair”
Di dalam bab ini beliau ingin menjelaskan kepada kita (masih temanya) tentang masalah Islam.
Kitab ini berbicara tentang keutamaan Islam, kewajiban Islam, Intisab kepada Islam, kewajiban untuk kaffah di dalam Islam.
Beliau ingin menjelaskan di sini, satu di antara bentuk keislaman kita, adalah pasrah kepada Allah di dalam masalah tata cara beribadah (ini juga bagian dari Islam).
Orang yang sudah tunduk kepada Allah dengan bertauhīd, maka di antara ketundukkan dia adalah tunduk di dalam masalah tata cara beribadah. Bukan hanya sekedar tunduk kepada Allah dalam hal tauhīd saja, sehingga dia tidak menyembah kepada selain Allah bersama Allah, tapi dia juga menyerahkan diri di dalam masalah tata caranya.
“Ya Allah, ana pasrah, semua ibadah ana serahkan kepada diri-Mu dan tata caranya juga ana serahkan kepada diri-Mu, ana ikut dan ana taat”.
Pasrah kepada Allah termasuk di antaranya adalah dalam tata cara beribadah.
Dan beliau ingin menunjukkan bahwasanya orang yang tidak demikian, berarti masih ada kekurangan di dalam keIslamannya, berarti dia belum sempurna keIslamannya, belum benar-benar pasrah kepada Allah, masih mengikuti hawa nafsunya, menganggap bahwasanya apa yang dia lakukan itu lebih baik daripada yang dibawa oleh Rasūlullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Ini adalah termasuk ketidak sempurnaan Islam seseorang. Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagaimana sudah kita sampaikan, mereka adalah orang-orang yang memiliki bagian yang besar di dalam masalah Islam ini.
Bukan hanya sekedar tauhīd yang mereka perjuangkan (yang mereka amalkan), tetapi mereka juga berusaha bagaimana amalan yang mereka lakukan ini bukan amalan yang bid’ah, tapi dia adalah amalan yang sunnah (sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam).
Dan di dalam bab ini, ada makna bukan hanya sekedar penjelasan dan isyarat bahwasanya bid’ah ini bukan termasuk Islam.
Jadi, kenapa di sini beliau berbicara tentang bid’ah?
Ingin menjelaskan bahwasanya bid’ah ini bukan termasuk Islam, dan orang yang melakukan bid’ah berarti dia memiliki kekurangan di dalam keIslamannya.
Dan kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika dia meninggalkan bid’ah-bid’ah dan berpegang teguh dengan sunnah Rasūlullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Seandainya antum ditanya, “apa hubungan antara bab ini dengan keIslaman?”
Jadi, kesempurnaan Islam seseorang di antaranya adalah pasrah, menyerahkan diri di dalam tata cara beribadah.
Dan orang yang melakukan bid’ah, ini bertentangan dengan pasrah tadi, karena dia masih melakukan bid’ah, melakukan ibadah bukan dengan tata cara Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, tapi dengan cara yang lain.
Dan di sini beliau ingin memasukkan makna yang lebih daripada itu, bahwasanya bid’ah ini, ternyata dia lebih dahsyat, lebih keras, lebih besar dosanya daripada dosa-dosa besar.
Berarti :
⑴ Yang pertama, tujuannya ingin menjelaskan bahwasanya bid’ah ini bukan dari Islam dan bahwasanya orang yang melakukan bid’ah adalah orang yang kurang keIslaman-nya.
⑵ Kemudian, juga ingin menjelaskan bahwasanya bid’ah ini ternyata berbahaya, bahkan dia lebih berbahaya daripada dosa-dosa besar.
Akibat seseorang tidak Islam secara kaffah dan masih mengikuti hawa nafsunya, kemudian melakukan bid’ah di dalam agama, maka dia terjerumus ke dalam sebuah dosa, yang dia lebih besar daripada dosa-dosa besar.
Ini adalah hubungan antara bab ini dengan Islam itu sendiri.