Halaqah 53: Dalil yang Menunjukkan Sifat Tangan Bagi Allah Subhanahu wata'ala
Halaqah yang ke-53 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mendatangkan ayat yang berkaitan dengan sifat tangan bagi Allah subhanahu wata'ala
وَقَوْلُهُ
dan juga Firman Allah subhanahu wata'ala
مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ
dan Firman Allah subhanahu wata'ala apa yang mencegahmu, apa yang menahanmu, ini Allah subhanahu wata'ala berbicara kepada iblis yang ketika disuruh oleh Allah subhanahu wata'ala untuk sujud kepada Adam, dan sujud disini adalah sujud penghormatan, dia tidak mau untuk bersujud maka Allah subhanahu wata'ala berkata kepada iblis مَا مَنَعَك apa yang mencegahmu أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَي apa yang mencegahmu untuk sujud kepada sesuatu yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apa yang bisa kita ambil faedahnya dari ayat ini, bahwasanya Allah subhanahu wata'ala berbicara, jelas Allah subhanahu wata'ala memiliki sifat Kalam, kemudian Allah subhanahu wata'ala memiliki sifat Khalq, kemudian di antara sifat yang bisa kita ambil di sini bahwasanya Allah subhanahu wata'ala memiliki dua tangan بِيَدَي dengan kedua tangan-Ku, disandarkan kepada siapa dua tangan di sini, disandarkan kepada Allah subhanahu wata'ala, menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata'ala memiliki tangan, memiliki sifat tangan dan bahwasanya jumlah tangan Allah subhanahu wata'ala ada dua, maka kita sebagai seorang muslim kita tetapkan apa yang Allah subhanahu wata'ala tetapkan, Allah subhanahu wata'ala memiliki dua tangan.
Bagaimana kaifiyahnya, bagaimana tangan Allah subhanahu wata'ala kita tidak mengetahui, Allah subhanahu wata'ala tidak mengabarkan kepada kita tentang kaifiyahnya, cuma Allah subhanahu wata'ala mengabarkan bahwasanya Allah subhanahu wata'ala memiliki dua tangan maka kita beriman. Apakah dia memiliki kaifiyah, jelas dia memiliki kaifiyah, segala sesuatu pasti memiliki kaifiyah tapi kita tidak mengetahui tentang kaifiyahnya, makna tangan kita tahu karena kita punya tangan, saudara kita punya tangan dan kita memahami makna tangan tapi kita yakin bahwasanya tangan Allah subhanahu wata'ala tidak sama dengan tangan manusia.
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
Kita tetapkan tangan bagi Allah subhanahu wata'ala sesuai dengan keagungan-Nya, tidak ada di dalamnya tasybih, kita tidak menyerupakan tangan Allah subhanahu wata'ala dengan tangan makhluk, kita tidak mengatakan tangan Allah subhanahu wata'ala sama dengan tangan saya ini, kita tidak mengatakan demikian dan kita tidak mengatakan bahwasanya tangan Allah subhanahu wata'ala adalah seperti ini tapi kita tetapkan Allah subhanahu wata'ala memiliki tangan sesuai dengan kesempurnaannya yang kita tidak pernah melihatnya dan kita tidak mengetahui bagaimana.
Sebagian orang ada yang mentakwil kedua tangan di sini maksudnya adalah, bukan maksudnya Allah subhanahu wata'ala punya tangan tapi maksudnya dengan kekuasaan Allah subhanahu wata'ala (bi qudratillah) dan ini adalah takwil, kenapa mereka melakukan itu, mereka mengatakan kalau kita tetapkan Allah subhanahu wata'ala punya tangan berarti Allah subhanahu wata'ala seperti makhluk, berarti kita menyerupakan Allah subhanahu wata'ala dengan makhluk dan kita tidak boleh menyerupakan Allah subhanahu wata'ala dengan makhluk, kemudian akhirnya mereka mencari dan katanya mentakwil dan mengatakan maksud dari tangan di sini adalah kekuasaan, sehingga secara tidak mereka sadari mereka telah menafikan sifat tangan dari Allah subhanahu wata'ala dan ini dinamakan muatthil yaitu menafikan.
Ketika mereka mendatangkan makna baru, di sini dinamakan dengan muharrif, berarti mereka sebelum mentakwil sudah terjatuh ke dalam ta’thil dan tasybih, ketika mereka menta’thil (menafikan) sebelumnya mereka membayangkan terlebih dahulu, seakan-akan kalau menetapkan tangan bagi Allah subhanahu wata'ala berarti menyerupakan, berarti mereka menyerupakan terlebih dahulu, Ahlus Sunnah tidak, Ahlus Sunnah mengatakan Allah subhanahu wata'ala memiliki tangan tidak sama dengan tangan mahkluk, tapi mereka masuk dalam tasybih terlebih dahulu kemudian setelah itu terjerumus ke dalam ta’thil kemudian setelah itu masuk ke dalam takwil, terjerumus kedalam tasybih, ta’thil terus takwil tahrif, ini celakanya orang yang tidak mengikuti manhaj salaf, terjerumus ke dalam berbagai penyimpangan di dalam masalah nama dan juga sifat Allah subhanahu wata'ala.
Kita katakan bahwasanya takwil seperti ini adalah takwil yang bathil, pertama kalau kita memperhatikan firman Allah subhanahu wata'ala
مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ
Apa yang menghalangimu untuk sujud terhadap sesuatu yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku.
Allah subhanahu wata'ala ketika mengucapkan ucapan ini kepada iblis, Allah subhanahu wata'ala ingin menunjukkan keutamaan Adam di atas iblis, itu yang Allah subhanahu wata'ala inginkan, Allah subhanahu wata'ala ingin menunjukkan bahwa Adam itu punya kelebihan dibanding dirimu makanya kamu disuruh untuk sujud kepada adam yaitu sujud dengan sujud penghormatan, kenapa engkau tidak sujud kepada sesuatu yang aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku, ini kelebihan. Sekarang kalau kita takwil tangan disini dengan qudroh, dengan kekuasaan Allah subhanahu wata'ala, apakah ini menunjukkan kelebihan, Allah subhanahu wata'ala ketika menciptakan iblis apakah menciptakan dengan qudrohnya, jelas Allah subhanahu wata'ala menciptakan segala sesuatu dengan qudroh-Nya, qudroh untuk mencipta kekuasaan dan kemampuan untuk mencipta ini adalah akbaru qudrah, ini adalah sebesar-besar qudroh sebesar-besar kekuasaan, kalau kita takwil disini dengan kekuasaan-Ku maka tidak ada di sana mizah, tidak ada di sana keistimewaan yang dimiliki oleh Adam dibandingkan dengan iblis, dua-duanya diciptakan Allah subhanahu wata'ala dengan kekuasaan Allah subhanahu wata'ala maka jelas ini adalah takwil yang bathil.
Kemudian kalau kita takwil dengan qudroh apakah kita katakan bahwasanya لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَي di sini adalah yang Aku ciptakan dengan dua qudroh-Ku, dengan dua kekuasaan Allah subhanahu wata'ala, membatasi kekuasaan Allah subhanahu wata'ala dengan dua saja, apa yang dimaksud dengan dua kekuasaan bukankah Allah ala kulli syai’in qadir bukankah Allah subhanahu wata'ala Maha Kuasa terhadap segala sesuatu, bagaimana dia mentakwil dua tangan di sini dengan dua qudroh, ini tidak sesuai.
Dan para ulama menjelaskan seandainya memang maknanya adalah kekuasaan maka mereka menjelaskan, tidaklah seseorang dikatakan dia memiliki tangan dan maknanya adalah kekuasaan kecuali dia memang punya tangan yang sebenarnya, tidaklah seseorang misalnya disifati dia memiliki tangan tidaklah disifati dengan memiliki tangan yang maknanya kekuasaan kecuali bagi orang yang memang dia memiliki tangan, adapun makhluk yang tidak memiliki tangan maka tidak mungkin dipakai tangan untuk dirinya ini yang maknanya adalah kekuasaan, ini perlu dipahami.
Ada yang mengartikan yad di sini adalah nikmat, Aku ciptakan dengan nikmat-Ku, sama juga ini adalah takwil yang bathil, apa yang dimaksud dengan dua nikmat, Allah subhanahu wata'ala menciptakan selain nabi Adam juga dengan nikmat-Nya, tidak ada di sana mizah (keutamaan) yang dimiliki nabi Adam kalau maknanya adalah demikian.
Adapun memang digunakan oleh sebagian orang ِArab dia mengatakan kepada yang lain misalnya dia sudah banyak bantu orang lain
أنا لي عليك يد
ini dipakai oleh orang Arab, لي عليك يد aku punya jasa terhadap dirimu yaitu jasa kenikmatan, aku telah membantumu aku telah berjasa kepadamu mereka mengatakan لي عليك يد aku punya tangan atasmu dipakai oleh orang Arab, tapi untuk ayat ini tidak bisa ditakwil dengan nikmat, disini ada dua يَدَي dengan kedua tangan-Kku tak bisa diartikan dengan dua nikmat, dan para ulama menjelaskan kalau misalnya kita terima adanya majas maka yang namanya majas itu tidak menggunakan tatsniyah, kalau sudah menggunakan bilangan dua maka ini tidak bisa dikatakan itu majas, itu pasti hakiki. Ini disepakati oleh mereka juga orang-orang yang menganggap adanya majas, majas ini ada pada yang mufrad atau yang jama’ tapi kalau dua ini tidak bisa di katakan itu majas, tapi itu adalah sesuatu yang hakikat. Jadi kita tetapkan tangan bagi Allah subhanahu wata'ala sesuai dengan keagungan-Nya.
Diantara yang menunjukkan bahwasanya tangan yang Allah subhanahu wata'ala miliki adalah tangan yang haqiqi, sifat-sifat yang Allah subhanahu wata'ala tunjukan, Allah subhanahu wata'ala gunakan tentang tangan-Nya disebutkan dalam sebagian dalil bahwasanya Allah subhanahu wata'ala memegang atau disebutkan bahwasanya Allah subhanahu wata'ala memiliki jari, Allah subhanahu wata'ala mensifati bahwasanya tangan-Nya adalah yamin dan tangan-Nya memegang maka ini menunjukkan bahwasanya ini adalah tangan yang haqiqi sesuai dengan keagungan Allah subhanahu wata'ala, tidak boleh sekali-kali kita mentakwilnya dengan mengatakan kekuasaan.
Sekarang kalau kita katakan artinya adalah qudroh, kita katakan dengan antum menetapkan itu adalah qudroh antum sudah menyerupakan Allah subhanahu wata'ala dengan makhluk, kok bisa, karena makhluk juga punya qudroh, Allah subhanahu wata'ala punya qudroh maka makhluk juga memiliki qudroh. Ketika antum mengatakan bahwasanya tangan Allah subhanahu wata'ala disini adalah qudratullah, antum tidak keluar dari tasybih menurut versinya antum, antum menyerupakan Allah subhanahu wata'ala dengan makhluk karena antum menetapkan qudroh bagi Allah subhanahu wata'ala.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]