Halaqah 111: Pembahasan Orang Beriman Akan Melihat Allah di Akhirat dengan Mata Mereka
Halaqah yang ke-111 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan
وَقَد دَّخَلَ أيْضًا فِيمَا ذَكَرْنَاهُ مِنَ الإِيمَانِ بِهِ وَبِكُتُبِهِ وَبِمَلاَئِكَتَهِ وَبِرُسُلِهِ
Dan masuk juga di dalam apa yang kita sebutkan dari beriman dengan kitab-kitab dan juga Rasul-Nya.
Permasalahan yang lain disini adalah tentang iman dan percaya bahwa orang-orang yang beriman akan melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat dengan mata-mata mereka, maka ini kata beliau termasuk beriman kepada kitab dan termasuk beriman kepada rasul, termasuk beriman dengan kitab karena di dalam Al-Qur’an disebutkan tentang masalah ru’yatullah, masuk dalam iman kepada rasul karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman akan melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat, beriman dengan Rasul karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ، كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القَمَرَ
karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan kepada kita tentang ru’yatullah maka kita beriman, termasuk beriman kepada rasul adalah meyakini bahwa orang-orang beriman akan melihat Allah subhanahu wata'ala karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan yang demikian
الإيمَانُ بِأَنَّ الْمُؤْمِنِينَ يَرَوْنَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَيَانًا بِأَبْصَارِهِمْ ك
bahwasanya orang-orang beriman akan melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat, adapun di dunia maka Allah subhanahu wata'ala menghendaki tidak ada manusia yang melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia termasuk para nabi yang merupakan manusia paling mulia disisi Allah subhanahu wata'ala. Nabi Musa ‘Alaihissalam pernah meminta kepada Allah subhanahu wata'ala, Allah subhanahu wata'ala mengatakan engkau tidak akan melihat-Ku (di dunia).
Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga tidak pernah melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam ditanya oleh sebagian sahabat Apakah engkau melihat Rabb mu (ketika mi’raj), Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan hanya ada cahaya bagaimana aku bisa melihat-Nya, karena hijabnya Allah subhanahu wata'ala adalah Nūr sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melihat Allah subhanahu wata'ala di dunia, tapi di hari kiamat Allah subhanahu wata'ala menghendaki orang-orang yang beriman bisa melihat Allah subhanahu wata'ala, dan di dalam tafsir Firman Allah subhanahu wata'ala
لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
ketika dikatakan kepada ahlul jannah bahwasanya Allah subhanahu wata'ala semoga memiliki perjanjian dengan kalian dan Allah subhanahu wata'ala ingin menunaikan perjanjian tadi kemudian mereka mengatakan bukankah Allah subhanahu wata'ala telah masukkan kita ke dalam surga menyelamatkan kita dari neraka dan memutihkan wajah wajah kami kemudian Allah subhanahu wata'ala menyingkap wajahnya kemudian mereka melihat wajah Allah subhanahu wata'ala dan mereka mengatakan tidak pernah merasakan nikmat yang lebih besar daripada melihat wajah Allah subhanahu wata'ala
عَيَانًا
melihat dengan mata mereka sendiri, karena disana ada ru’yah bashoriyah dan ada ru’yah qolbiyah, yang terjadi di sini kelak adalah mereka melihat dengan mata mereka sendiri
بِأَبْصَارِهِمْ
dengan penglihatan mereka, bukan dengan melihat dengan mata hati sebagaimana takwil sebagian
وَكَمَا يَرَوْنَ الْقَمَرَ
sebagaimana kalian melihat bulan ini, apakah kita melihat bulan dengan mata hati kita? Tidak, melihat dengan mata kita
كَمَا يَرَوْنَ الشَّمْسَ صَحْوًا لَيْسَ بِهَا سَحَابٌ
sebagaimana mereka melihat matahari dalam keadaan cerah tidak ada awan (di bawahnya yang menghalangi untuk melihat matahari yang dalam keadaan cerah)
وَكَمَا يَرَوْنَ الْقَمَرَ لَيْلَةَ الْبَدْرِ لاَ يُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ
dan sebagaimana mereka melihat bulan pada malam bulan purnama tidak saling mendzhalimi satu dengan yang lain, tidak saling mengambil hak atau mengambil tempat orang lain masing-masing melihat di tempatnya masing-masing, dan ada yang membaca
لاَ تضَامُونَ
yaitu saling berkumpul satu dengan yang lain / berdesak-desakan, kalian akan melihat Allah subhanahu wata'ala tanpa berdesak-desakan satu dengan yang lain, masing-masing berada di tempatnya, sebagaimana kita melihat bulan maka ada yang melihat bulan di rumahnya ada yang melihat bulan di lapangan ada yang melihat bulan di gurun pasir, tidak ada diantara mereka yang ketika melihat bulan itu saling berdesak-desakan satu dengan yang lain, demikianlah kelak orang-orang beriman akan melihat Allah subhanahu wata'ala di surga. Ini termasuk beriman dengan Rasul dan termasuk beriman dengan kitab.
يَرَوْنَهُ سُبْحَانَهَ وَهُمْ فِي عَرَصَاتِ الْقِيَامَةِ
Mereka (orang-orang beriman) juga melihat Allah subhanahu wata'ala demikian pula ketika mereka berada di ‘Arashat (tempat yang luas yang tidak ada bangunan) al-qiyamah, yaitu dikumpulkannya manusia di sebuah tempat di sebuah padang yang luas yang tidak ada gunung tidak ada lembah tidak ada bangunan di sana, maka orang-orang yang beriman akan melihat Allah subhanahu wata'ala di padang mahsyar, ini kali pertama mereka melihat Allah subhanahu wata'ala. Berarti orang-orang yang beriman melihat Allah subhanahu wata'ala di hari kiamat pertama adalah ketika di padang mahsyar dan yang kedua adalah
ثُمَّ يَرَوْنَهُ بَعْدَ دُخُولِ الْجَنَّةِ
kemudian mereka akan melihat Allah subhanahu wata'ala setelah masuk ke dalam surga, yaitu di dalam surga
كَمَا يَشَاءُ اللهُ تَعَالَى
sebagaimana dikehendaki oleh Allah subhanahu wata'ala, kita akan melihat Allah subhanahu wata'ala sesuai dengan kehendak Allah subhanahu wata'ala.
Dan ini semuanya sepakat bahwasanya orang-orang beriman akan melihat Allah subhanahu wata'ala sebelum masuk surga di padang mahsyar, di antara dalilnya adalah Hadits Abu Sa’id Al-Khudri dan juga Abu Hurairoh di dalam hadits yang panjang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan
فإنَّكُمْ تَرَوْنَهُ، كَذلكَ يَجْمَعُ اللَّهُ النَّاسَ يَومَ القِيامَةِ فيَقولُ: مَن كانَ يَعْبُدُ شيئًا فَلْيَتَّبِعْهُ
Akan dikumpulkan manusia dan dikatakan kepada mereka barangsiapa yang menyembah sesuatu hendaklah dia mengikutinya, singkat cerita tinggallah umat ini dan bersama mereka orang-orang munafik, jadi asli orang beriman dan orang munafik nya tinggal mereka, karena yang lainnya yang menyembah kepada selain Allah subhanahu wata'ala sudah masuk kedalam neraka
فَيَأْتِيهِمُ اللَّهُ تَبارَكَ وتَعالَى في صُورَةٍ غيرِ صُورَتِهِ الَّتي يَعْرِفُونَ
Maka Allah subhanahu wata'ala datang kepada mereka dengan bentuk yang berbeda dengan bentuk yang mereka ketahui, menunjukkan bahwasanya mereka melihat Allah subhanahu wata'ala untuk orang yang beriman, maka ini kesepakatan.
Kemudian ada diantara ulama ahlussunnah yang mengatakan bahwa yang melihat Allah subhanahu wata'ala di padang mahsyar bukan hanya orang yang beriman tapi orang beriman dan orang munafik, dalilnya diantaranya adalah Hadits ini, karena yang tersisa tadi adalah orang yang beriman dengan orang yang munafik dan Allah subhanahu wata'ala mendatangi mereka dengan bentuk yang berbeda dengan bentuk yang pertama, berarti orang munafik pun melihat, ini pendapat yang lain. Dan ada yang mengatakan yang melihat bahkan orang yang beriman orang yang munafik termasuk diantaranya orang-orang kafir pun mereka melihat.
Ini ada tiga pendapat diantara ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah, ada yang mengatakan yang melihat saat itu adalah orang yang beriman saja dan ada yang mengatakan orang yang beriman dan orang munafik dan ada yang mengatakan semuanya melihat Allah subhanahu wata'ala di padang mahsyar. Tapi melihatnya disini bukan melihat karena menikmati sebagaimana ketika didalam Surga, disitu adalah memandang Allah subhanahu wata'ala yang isinya saat itu ujian, diuji oleh Allah subhanahu wata'ala apakah mereka mengenal Allah subhanahu wata'ala atau tidak, dan mereka melihat Allah subhanahu wata'ala saat itu adalah untuk pengenalan, pengenalan dan juga ujian bukan ru’yah yang isinya adalah menikmati memandang dan melihat Allah subhanahu wata'ala.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]