Halaqah 172: Aqidah Ahlu Sunah tentang Karomah Para Wali Bagian 4 (Dua Kelompok yang Ekstrem terhadap Karomah)
Halaqah yang ke-172 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang Karomah para wali. Beliau mengatakan di sana ada dua kelompok yang berlebihan tentang masalah Karomat al-aulia, kalau Ahlussunnah Wal Jama’ah mereka membenarkan tapi mereka tidak ghuluw, ada di sana sebagian kelompok yang mereka mengingkari adanya karamah mengatakan bahwasanya Karomah para wali ini tidak ada yang ada hanyalah mukjizat para Nabi adapun para wali maka tidak ada Karomah.
Mereka mengatakan karena kalau ada karamah nanti tidak bisa dibedakan antara Karomah tersebut dengan mukjizat para Nabi sama-sama perkara yang luar biasa, sehingga yang ada perkara yang luar biasa ini adalah terjadi pada para Nabi saja bukan pada Wali Allah subhanahu wata'ala. Mereka adalah mu’tazilah dan orang-orang mengedepankan akal di atas dalil mereka mengingkari adanya Karomah, sehingga perlu disini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mendatangkan keyakinan ahlussunnah mereka adalah membenarkan adanya Karomah para wali.
Disana ada kelompok yang lain yang mereka berlebihan di dalam masalah Karomat sehingga meyakini sesuatu yang bukan Karomah itu sebagai Karomah, yaitu menjadikan seluruh yang luar biasa itu dianggap sebagai karamah termasuk diantaranya adalah sihir atau yang dinamakan dengan al-ahwal asy-syaithaniyah (keadaan-keadaan setan), setiap yang terjadi dan itu adalah di luar kebiasaan manusia dianggap Karomah dan mereka tidak melihat tentang orang yang terjadi pada dirinya perkara yang luar biasa ini apakah dia adalah orang yang bertaqwa dan beriman atau orang yang fasiq mereka tidak melihat yang demikian, yang penting itu adalah perkara yang luar biasa berarti ini adalah Karomah dan kalau ini adalah Karomah berarti ini adalah Wali Allah subhanahu wata'ala, ini keyakinan sebagian orang tentunya ini adalah berlebih-lebihan menjadikan sesuatu yang bukan karamah sebagai karamah ini adalah berlebih-lebihan.
Kita meyakini adanya Karomah tapi ini untuk Wali Allah subhanahu wata'ala adapun hanya sekedar di luar kebiasaan manusia tapi itu terjadi pada Wali syaithan maka ini tidak dinamakan dengan Karomah ini adalah al-ahwal asy-syaithaniyah (keadaan-keadaan setan) atau sihir, kita harus bisa membedakan antara Karomah dengan sihir. Diantara perbedaannya dilihat dari hasilnya, Karomah ini menambah keimanan menambahkan rasa rendah hati dihadapan orang lain adapun sihir maka ini menambahkan kesombongan, dia inginnya menjadi orang yang terkenal dipuji dan seterusnya dengan perkara yang luar biasa.
Perbedaan yang kedua bahwasanya yang namanya karamah ini tidak bisa dipelajari, dia adalah pemberian dari Allah subhanahu wata'ala kepada Wali tersebut dan tidak dipelajari terjadi begitu saja dan tidak dipelajari. Maryam ‘alaihassalam tidak belajar bagaimana mendapatkan buah-buahan musim panas dia dapatkan di waktu musim dingin dia tidak mempelajari yang demikian, Abu Muslim Al-Khaulani tidak belajar bagaimana supaya tidak terbakar, Safinah tidak belajar bagaimana dia bisa tidak dimakan oleh binatang buas, asalnya yang namanya singa bertemu dengan manusia menerkam atau memakan, dia tidak belajar bagaimana menjinakkan singa tersebut.
Adapun sihir dan juga al-ahwal asy-syaithaniyah maka ini dipelajari oleh manusia, mereka belajar bagaimana bisa terbang mereka belajar bagaimana bisa berjalan di atas air misalnya, dan disana ada perguruan-perguruan ada padepokan-padepokan antum ingin belajar apa belajar ke sana kalau ingin belajar kebal ini maka berguru sama si fulan, ada murid ada guru ada kitab yang dipelajari ini namanya sihir bukan dinamakan dengan Karomah, Karomah tidak dipelajari.
Karamah para wali ini tidak bisa dilawan, itu berasal dari Allah subhanahu wata'ala siapa yang bisa melawan Allah subhanahu wata'ala, Allah subhanahu wata'ala menghendaki demikian tidak ada yang bisa melawannya, adapun sihir dan juga al-ahwal asy-syaithaniyah maka ini bisa dilawan, dilawan dengan ruqiyah dibacakan Al-Qur’an dibacakan Al-Baqarah misalnya di dekat orang yang melakukan praktek sihir tadi, ini menjadikan jin yang membantu dia pergi sehingga dia tidak bisa melakukan perkara yang luar biasa, ini bisa dilawan bisa diredam dengan dibacakan Al-Qur’an.
Dan juga bisa dilawan dengan sihir yang semisal meskipun hukumnya melawan sihir dengan sihir ini adalah tidak diperbolehkan tapi yang kita maksud disini adalah dia bisa dilawan, tukang sihir bisa melawan tukang sihir yang lain, seorang yang terkena sihir datang kepada dukun kepada tukang sihir yang kedua kemudian terjadi peperangan antara tukang sihir mungkin saja itu terjadi, siapa yang lebih kuat diantara jin-jin yang membantu tukang sihir tadi itulah yang menang. Intinya di situ bisa dilawan kalau Karomah maka tidak ada yang bisa melawannya itu adalah berasal dari Allah subhanahu wata'ala, ini dengan mudah kalau kita tahu ilmunya bisa membedakan antara Karomah dengan sihir.
Diantara perbedaannya juga dilihat dari orangnya kalau orangnya adalah seorang yang beriman dan bertaqwa mengikuti sunnah bertauhid maka kita berharap ini adalah Karomah tapi kalau orang yang melakukannya adalah seorang yang tidak menjaga shalat bahkan terus-menerus melakukan dosa besar berzina misalnya dan terlihat bahwasanya dia bukan orang yang taat kepada Allah subhanahu wata'ala maka jelas ini bukan termasuk Karomah tapi ini adalah merupakan sihir atau al-ahwal asy-syaithaniyah.
Kemudian diantara yang perlu kita sampaikan di sini sebagian orang ada yang saking berlebihannya sangat berlebihannya ini menjadikan kisah-kisah tentang Karomah para wali ini sebagai alat untuk menarik pendengar atau sebagai alat untuk dakwah dia sehingga dimana-mana dia menyebutkan tentang masalah Karomah, ketika berkumpul dengan manusia yang dia ceritakan tentang karomah-karamah para wali dengan tujuan supaya manusia memiliki perhatian terhadap Wali ini dan harapan mereka manusia ghuluw terhadap Wali ini sehingga mendatangi kuburannya dan meminta doanya dan seterusnya.
Maka tentunya ini adalah perkara yang sangat tidak diperbolehkan di dalam agama Islam dan ini menjadikan ghuluw terhadap orang yang sholeh dan sebagaimana kita tahu bahwasanya di antara yang menghancurkan umat-umat terdahulu adalah ghuluw
yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kalian adalah berlebih-lebihan, termasuk diantaranya adalah berlebihan terhadap orang yang shalih ke mana-mana menceritakan tentang Karomah tadi sehingga manusia ghuluw terhadap orang yang diceritakan tadi, belum lagi terkadang di sana ada kebohongan menambah-nambah ingin supaya manusia semakin percaya dan semakin mengagungkan akhirnya dia menambah-nambah cerita karomah-karamah tadi, ini berlebih-lebihan tentunya dalam masalah Karomah.
Adapun Ahlussunnah Wal Jama’ah maka mereka membenarkan apa yang dinamakan dengan karamat al-aulia tapi mereka tidak berlebihan, tidak menjadikan itu sebagai wasilah dakwah yang ke mana-mana dia menceritakan tentang masalah Karomah ini, mereka berdakwah kepada tauhid berdakwah kepada sunnah kalau memang ada momen tertentu dia menceritakan tentang sebuah Karomah maka dia ceritakan yang demikian dan tidak berlebihan di dalam masalah Karomah ini. Jadi mereka membenarkan tanpa mereka berlebihan tentang masalah karamat al-aulia ini.
Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang Karomah para wali. Beliau mengatakan di sana ada dua kelompok yang berlebihan tentang masalah Karomat al-aulia, kalau Ahlussunnah Wal Jama’ah mereka membenarkan tapi mereka tidak ghuluw, ada di sana sebagian kelompok yang mereka mengingkari adanya karamah mengatakan bahwasanya Karomah para wali ini tidak ada yang ada hanyalah mukjizat para Nabi adapun para wali maka tidak ada Karomah.
Mereka mengatakan karena kalau ada karamah nanti tidak bisa dibedakan antara Karomah tersebut dengan mukjizat para Nabi sama-sama perkara yang luar biasa, sehingga yang ada perkara yang luar biasa ini adalah terjadi pada para Nabi saja bukan pada Wali Allah subhanahu wata'ala. Mereka adalah mu’tazilah dan orang-orang mengedepankan akal di atas dalil mereka mengingkari adanya Karomah, sehingga perlu disini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mendatangkan keyakinan ahlussunnah mereka adalah membenarkan adanya Karomah para wali.
Disana ada kelompok yang lain yang mereka berlebihan di dalam masalah Karomat sehingga meyakini sesuatu yang bukan Karomah itu sebagai Karomah, yaitu menjadikan seluruh yang luar biasa itu dianggap sebagai karamah termasuk diantaranya adalah sihir atau yang dinamakan dengan al-ahwal asy-syaithaniyah (keadaan-keadaan setan), setiap yang terjadi dan itu adalah di luar kebiasaan manusia dianggap Karomah dan mereka tidak melihat tentang orang yang terjadi pada dirinya perkara yang luar biasa ini apakah dia adalah orang yang bertaqwa dan beriman atau orang yang fasiq mereka tidak melihat yang demikian, yang penting itu adalah perkara yang luar biasa berarti ini adalah Karomah dan kalau ini adalah Karomah berarti ini adalah Wali Allah subhanahu wata'ala, ini keyakinan sebagian orang tentunya ini adalah berlebih-lebihan menjadikan sesuatu yang bukan karamah sebagai karamah ini adalah berlebih-lebihan.
Kita meyakini adanya Karomah tapi ini untuk Wali Allah subhanahu wata'ala adapun hanya sekedar di luar kebiasaan manusia tapi itu terjadi pada Wali syaithan maka ini tidak dinamakan dengan Karomah ini adalah al-ahwal asy-syaithaniyah (keadaan-keadaan setan) atau sihir, kita harus bisa membedakan antara Karomah dengan sihir. Diantara perbedaannya dilihat dari hasilnya, Karomah ini menambah keimanan menambahkan rasa rendah hati dihadapan orang lain adapun sihir maka ini menambahkan kesombongan, dia inginnya menjadi orang yang terkenal dipuji dan seterusnya dengan perkara yang luar biasa.
Perbedaan yang kedua bahwasanya yang namanya karamah ini tidak bisa dipelajari, dia adalah pemberian dari Allah subhanahu wata'ala kepada Wali tersebut dan tidak dipelajari terjadi begitu saja dan tidak dipelajari. Maryam ‘alaihassalam tidak belajar bagaimana mendapatkan buah-buahan musim panas dia dapatkan di waktu musim dingin dia tidak mempelajari yang demikian, Abu Muslim Al-Khaulani tidak belajar bagaimana supaya tidak terbakar, Safinah tidak belajar bagaimana dia bisa tidak dimakan oleh binatang buas, asalnya yang namanya singa bertemu dengan manusia menerkam atau memakan, dia tidak belajar bagaimana menjinakkan singa tersebut.
Adapun sihir dan juga al-ahwal asy-syaithaniyah maka ini dipelajari oleh manusia, mereka belajar bagaimana bisa terbang mereka belajar bagaimana bisa berjalan di atas air misalnya, dan disana ada perguruan-perguruan ada padepokan-padepokan antum ingin belajar apa belajar ke sana kalau ingin belajar kebal ini maka berguru sama si fulan, ada murid ada guru ada kitab yang dipelajari ini namanya sihir bukan dinamakan dengan Karomah, Karomah tidak dipelajari.
Karamah para wali ini tidak bisa dilawan, itu berasal dari Allah subhanahu wata'ala siapa yang bisa melawan Allah subhanahu wata'ala, Allah subhanahu wata'ala menghendaki demikian tidak ada yang bisa melawannya, adapun sihir dan juga al-ahwal asy-syaithaniyah maka ini bisa dilawan, dilawan dengan ruqiyah dibacakan Al-Qur’an dibacakan Al-Baqarah misalnya di dekat orang yang melakukan praktek sihir tadi, ini menjadikan jin yang membantu dia pergi sehingga dia tidak bisa melakukan perkara yang luar biasa, ini bisa dilawan bisa diredam dengan dibacakan Al-Qur’an.
Dan juga bisa dilawan dengan sihir yang semisal meskipun hukumnya melawan sihir dengan sihir ini adalah tidak diperbolehkan tapi yang kita maksud disini adalah dia bisa dilawan, tukang sihir bisa melawan tukang sihir yang lain, seorang yang terkena sihir datang kepada dukun kepada tukang sihir yang kedua kemudian terjadi peperangan antara tukang sihir mungkin saja itu terjadi, siapa yang lebih kuat diantara jin-jin yang membantu tukang sihir tadi itulah yang menang. Intinya di situ bisa dilawan kalau Karomah maka tidak ada yang bisa melawannya itu adalah berasal dari Allah subhanahu wata'ala, ini dengan mudah kalau kita tahu ilmunya bisa membedakan antara Karomah dengan sihir.
Diantara perbedaannya juga dilihat dari orangnya kalau orangnya adalah seorang yang beriman dan bertaqwa mengikuti sunnah bertauhid maka kita berharap ini adalah Karomah tapi kalau orang yang melakukannya adalah seorang yang tidak menjaga shalat bahkan terus-menerus melakukan dosa besar berzina misalnya dan terlihat bahwasanya dia bukan orang yang taat kepada Allah subhanahu wata'ala maka jelas ini bukan termasuk Karomah tapi ini adalah merupakan sihir atau al-ahwal asy-syaithaniyah.
Kemudian diantara yang perlu kita sampaikan di sini sebagian orang ada yang saking berlebihannya sangat berlebihannya ini menjadikan kisah-kisah tentang Karomah para wali ini sebagai alat untuk menarik pendengar atau sebagai alat untuk dakwah dia sehingga dimana-mana dia menyebutkan tentang masalah Karomah, ketika berkumpul dengan manusia yang dia ceritakan tentang karomah-karamah para wali dengan tujuan supaya manusia memiliki perhatian terhadap Wali ini dan harapan mereka manusia ghuluw terhadap Wali ini sehingga mendatangi kuburannya dan meminta doanya dan seterusnya.
Maka tentunya ini adalah perkara yang sangat tidak diperbolehkan di dalam agama Islam dan ini menjadikan ghuluw terhadap orang yang sholeh dan sebagaimana kita tahu bahwasanya di antara yang menghancurkan umat-umat terdahulu adalah ghuluw
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ الْغُلُوُّ
yang telah menghancurkan umat-umat sebelum kalian adalah berlebih-lebihan, termasuk diantaranya adalah berlebihan terhadap orang yang shalih ke mana-mana menceritakan tentang Karomah tadi sehingga manusia ghuluw terhadap orang yang diceritakan tadi, belum lagi terkadang di sana ada kebohongan menambah-nambah ingin supaya manusia semakin percaya dan semakin mengagungkan akhirnya dia menambah-nambah cerita karomah-karamah tadi, ini berlebih-lebihan tentunya dalam masalah Karomah.
Adapun Ahlussunnah Wal Jama’ah maka mereka membenarkan apa yang dinamakan dengan karamat al-aulia tapi mereka tidak berlebihan, tidak menjadikan itu sebagai wasilah dakwah yang ke mana-mana dia menceritakan tentang masalah Karomah ini, mereka berdakwah kepada tauhid berdakwah kepada sunnah kalau memang ada momen tertentu dia menceritakan tentang sebuah Karomah maka dia ceritakan yang demikian dan tidak berlebihan di dalam masalah Karomah ini. Jadi mereka membenarkan tanpa mereka berlebihan tentang masalah karamat al-aulia ini.