Halaqah 185: Ahlu Sunah Ber-amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Bagian 4)
Halaqah yang ke-185 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka beramar ma’ruf nahi mungkar.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, mengatakan:
على ما تجبه الشرعة
“Sesuai dengan apa yang disyari’atkan”.
Jadi bukan semaunya saja, amar ma’ruf nahi mungkar, kadang sebagian orang niatnya amar ma’ruf nahi mungkar padahal itu bukan termasuk amar ma’ruf nahi mungkar yang disyari’atkan.
Seperti orang yang misalnya dia demo kemudian menamakan demo ini adalah amar ma’ruf nahi mungkar yaitu mengkritik pemerintah dan membongkar aib mereka kemudian ketika ditanya kenapa kalian melakukan hal ini? Ini adalah bagian dari Amar ma’ruf nahi mungkar.
Ini bukan sesuai dengan apa yang disyari’atkan, bukan demikian cara beramar ma’ruf nahi mungkar terhadap pemerintah, ada caranya sendiri. Bukan dengan cara membongkar aib pemerintah di depan orang banyak.
Sebagian yang lain bangga dengan apa yang dia lakukan, menyuruh orang shalat,menyuruh orang untuk berjama’ah. Ada di sana al-amru bi al-ma’ruf, tapi untuk mengingkari kemungkaran mereka tidak memiliki perhatian tentang mengingkari kemungkaran khususnya mengingkari kesyirikan, mengingkari kebid’ahan. Mereka tidak berbicara tentang masalah syirik, tapi mereka berbicara tentang keutamaan amal shalih, keutamaan berpuasa, keutamaan melakukan shalat berjama’ah.
Tapi mereka melalaikan adanya pengingkaran terhadap kemungkaran, sehingga tidak memperdulikan jama’ahnya ketika mereka melakukan kesyirikan. Alasannya kalau kita mengingkari kemungkaran yang ada pada mereka nanti mereka tidak mau mengikuti kita.
Ini penyimpangan di dalam amar ma’ruf nahi mungkar. Ahlus Sunnah tidak demikian, mereka beramar ma’ruf nahi mungkar علامة جبه الشرعة sesuai dengan yang disyari’atkan. Bukan dengan akal-akalan mereka sendiri. Dengan ilmu mereka beramar ma’ruf nahi mungkar mendahulukan apa yang memang didahulukan oleh Allah subhanahu wata'ala dan juga Rasul-Nya.
Mendahulukan tauhid kalau mereka melihat memang di situ mereka ada kemungkaran, kemaksiatan ada, kebid’ahan ada, kesyirikan juga ada, dan semuanya adalah kemungkaran. Berdasarkan apa yang ada di dalam syariat ini, kita mendahulukan untuk mengingkari kemungkaran yang paling besar terlebih dahulu, sebelum mengingkari kemungkaran yang lebih kecil.
Dan ini dilakukan oleh para Nabi dan juga para Rasul.
قَالَ يَـٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـٰهٍ غَيْرُهُ
“Wahai kaumku hendaklah kalian menyembah Allah subhanahu wata'ala tidak ada sesembahan yang berhak disembah oleh kalian kecuali Dia”.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul supaya menyembah kepada Allah subhanahu wata'ala dan menjauhi thaghut.” (QS. Al-Nahl:36)
Kaidah kita mendahulukan yang lebih penting daripada yang lain, kalau misalnya ada seorang dokter dia menangani seorang pasien yang memiliki beberapa keluhan. Nafas yang sudah sesak dia tidak bisa bernafas, kemudian di sana ada luka ada patah tulang. Sementara ini semua adalah penyakit yang harus segera diobati.
Tapi yang lebih parah di antara penyakit-penyakit tadi, yang kalau sampai terlambat kita menolongnya maka akan mengakibatkan kematian. Maka itulah yang didahulukan.
Napas terlebih dahulu dibereskan, kalau napasnya sudah enak baru dikerjakan patah tulangnya, lalu dikerjakan lukanya misalnya. Ini adalah seorang dokter yang paham. Orang yang mau menolong dan dia paham apa yang dia lakukan.
Nah kita juga demikian, dalam beramar ma’ruf nahi mungkar kita harus mengikuti syariat.
Disebutkan bahwasanya diwajibkan ketika kita beramar ma’ruf nahi mungkar harus ada keamanan untuk diri kita, keluarga dan juga harta kita.
Kalau misalnya kita mengingkari kemungkaran, kemudian termudharati harta kita, mungkin diambil harta atau kita mungkin dibunuh misalnya atau keluarga kita yang terancam maka sebagian ulama mengatakan kalau misalnya di sana ada ancaman atau terancam akan dibunuh kita, atau akan dibunuh keluarga kita dan seterusnya. Maka dalam keadaan demikian dianggap dia tidak mampu. Ini kalau memang di sana ada sampai termudharati. Dan tidak aman dari mudharat tersebut.
Tapi kalau hanya kemudharatan yang dihadapi hanyalah ucapan dengan lisan yaitu dengan dicela dan ada omongan yang tidak enak maka ini tidak menggugurkan kewajiban untuk mengingkari kemungkaran.
Kalau misalnya di jalan ada orang yang sedang melakukan kemungkaran dan dia membawa pisau membawa pedang misalnya. Kalau kita mengingkari kemungkaran dikhawatirkan dia akan membunuh kita atau membunuh keluarga kita atau mengambil uang kita maka gugur kewajiban, kita boleh meninggalkan tempat tersebut tanpa kita mengingkari kemungkaran tadi karena dikhawatirkan akan memudharati kita لا ضرر ولا ضرار.
Tapi kalau hanya sekedar dicela atau diomongin dengan omongan yang tidak baik, maka ini tidak menggugurkan kewajiban untuk mengingkari kemungkaran. Ini disebutkan oleh Imam Ahmad.
Tapi kalau misalnya seseorang, tadi kan dikatakan gugur kewajibannya tapi kalau seseorang dia kuat untuk menerima mudharat tadi maka dalam keadaan demikian itulah yang afdhal.
Demikian tentang bagaimana Ahlus Sunnah wal Jama’ah mereka beramar ma’ruf nahi mungkar. Adapun sebagian kelompok maka mereka tidak memiliki kepedulian yang demikian. Kerjanya mengkafirkan di luar kelompoknya tetapi untuk beramar ma’ruf nahi mungkar kepada mereka sangat kurang sekali.
Dan menganggap bahwasanya orang di luar mereka adalah kufar, dan mereka pun takut untuk mendakwahi. Takut untuk mendakwahkan, jadi di satu sisi mereka mengkafirkan, di satu sisi mereka tidak mendakwahkan sembunyi-sembunyi dakwahnya, ini berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak ada yang mereka sembunyikan.
Ini adalah Kalamullah ini adalah kalam Rasul, tidak ada yang kita sembunyikan, dakwah kita tidak sembunyi-sembunyi dalam dakwah kita, kita berusaha untuk mengamalkan agama ini dengan kemampuan kita dan di waktu yang sama kita berusaha untuk mendakwahkan kepada orang lain.
Nah sebagian aliran sudah mengkafirkan berusaha menyembunyikan dan tidak mendakwahkan. Kalau memang apa yang mereka yakini benar kenapa tidak mereka sampaikan dihadapan orang-orang, mereka sembunyikan aqidahnya dan ada sebagian sibuk dengan tariannya, sibuk dengan ritual-ritual yang ada dalam tarikatnya, tidak ada gerakan untuk beramar ma’ruf nahi mungkar dan memang mereka di atas kesesatan. Adapun Ahlus Sunnah maka Alhamdulillah Allah subhanahu wata'ala menggabungkan pada diri mereka perhatian terhadap ilmu agama dan mereka mau mengajak.
Makanya antum lihat bagaimana gencarnya para duat Ahlus Sunnah wal Jama’ah di berbagai daerah untuk menyampaikan ilmunya, siang dan malam pagi dan sore mereka sampaikan ilmu kebenaran yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadīts.
Ada di antara mereka yang mengajarkan aqidah, ada di antara mereka yang mengajarkan fiqih,ada di antara mereka yang sedang membantah, ada di antara mereka yang sedang mengajarkan akhlak, tidak ada yang menyuruh mereka kecuali karena niat mereka ingin menggunakan umur dan waktu mereka yang masih ada untuk menegakkan dan ikut andil di dalam menegakkan kalimat Allah subhanahu wata'ala.