Halaqah 14: Menjauhi Bid’ah dan Setiap Bid’ah adalah Sesat (Bagian 3)
Halaqah yang ke-14 dari pembukaan Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah adalah tentang menjauhi bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat bagian 3.
Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu taala anhuma, beliau salah seorang ulama para Shahabat radiallahu taala anhum, beliau mengatakan,
_Setiap Bid’ah itu adalah sesat meskipun manusia menganggap itu baik_
Setiap Bid’ah sebuah cara yang diada²kan didalam agama menyerupai syariat dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah (sesuatu yg baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) meskipun manusia memandang itu adalah baik.
Meskipun ada orang yang mengatakan ini adalah Bid’ah hasanah maka,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan bahwasanya setiap Bid’ah adalah sesat. Siapa yang menjadi ukuran disini? Ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam atau ucapan manusia? (Tentunya ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) kita umat beliau, mengikuti ucapan beliau bukan mengikuti ucapan manusia, beliau mengatakan
Dan Al Imam Malik rahimahullah (guru dari Imam Asy Syafi’i) beliau mengatakan,
Barangsiapa yang membuat Bid’ah (didalam Islam), menganggap bid’ah itu baik (sesuatu yg bagus dilestarikan kita lebih cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam daripada kita kumpul² bermaksiat)
_Dia memandang ini adalah perkara yang baik_
_Maka sungguh dia telah menuduh Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam menghianati risalah Allah subhanahu wata'ala_
Ini Al Imam Malik seorang Imam diantara Imam² ahlu Sunnah & beliau adalah guru Al Imam Asy Syafi’i beliau mengatakan – يراها حسنة – meskipun dia menganggap & memandang itu adalah perbuatan yang hasanah, bid’ah yang hasanah sebagaimana diyakini oleh sebagian orang.
Al Hafidz Ibnu Hajar, beliau termasuk imam² ahlu Sunnah & bermazhab Syafi’i, beliau mengatakan,
Maka Bid’ah didalam syariat ini adalah tercela (seluruh Bid’ah dengan pengertian yg telah disebutkan) yaitu adalah – مذمومة – kesesatan, berbeda dengan bahasa, jika secara bahasa sebagaimana yg disebutkan maka termasuk diantaranya adalah Bid’ah didalam perkara dunia maka ini tidak masalah selama itu tidak bertentangan dengan syariat,
Berbeda Bid’ah dengan secara bahasa
Segala sesuatu yg dibuat tanpa ada permisalan sebelumnya maka maka itu dinamakan dengan Bid’ah.
Termasuk perkara² dunia
Sama saja apakah perkara tsb terpuji atau tercela.
Ini tambahan penjelasan dari Al Hafidz Ibn Hajar yang menunjukkan kepada kita bahwasanya secara syariat jika bid’ah tersebut adalah dengan definisi yg benar seperti telah disebutkan maka itu semuanya adalah majmumah / tercela, beliau adalah termasuk Imam diantara imam² yang bermazhab Syafi’i, itu yang beliau sebutkan semuanya adalah tercela, jika masalah / dilihat dari sisi bahasa maka disana ada Bid’ah yang hasanah seperti perkara² dunia maka ini adalah Bid’ah yang hasanah selama itu tidak bertentangan dengan syariat Allah subhanahu wata'ala.
Telah dinukil dari Umar bin Khattab,
_sebaik² bid’ah adalah ini_.
Ini sering dinukil oleh sebagian saudara² kita yang membolehkan & mengatakan adanya bid’ah hasanah. Padahal yg dimaksud oleh Umar bin Khotob radiallahu taala anhu ini adalah Bid’ah secara bahasa bukan Bid’ah secara syariat. Bagaimana Umar bin khotob yang merupakan kholifah yang di sifati oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang Rosyid Al Mahdi dikenal dengan keteguhannya terhadap Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan bid’ah atau mencontohkan didalam agama, yang beliau maksud disini adalah Bid’ah secara bahasa bukan secara syariat.
Karena kalau kita melihat tentang asal usul diucapkannya ucapan tsb oleh Umar bin Khotob radiallahu taala anhu yaitu tentang Shalat tawarih yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selama beberapa hari ketika beliau masih hidup kemudian para Shahabat radiallahu taala anhum bermakmun dibelakang Beliau setelah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat semangat para Shahabat (melaksanakan Sunnah ini) beliau khawatir seandainya Shalat Tawarih ini diwajibkan atas umat beliau shallallahu 'alaihi wasallam & akhirnya pada hari berikutnya beliau tidak keluar dari rumahnya menuju masjid untuk mengimami kemudian di waktu subuhnya (saat itu para Shahabat menunggu semalaman) kemudian beliau mengabarkan kepada para Shahabat setelah Shalat subuh bahwa beliau melihat apa yang terjadi di Masjid bagaimana merek menunggu tapi beliau tidak keluar karena khawatir Shalat ini akan diwajibkan atas umat Islam, sehingga setelah itu beliau shallallahu 'alaihi wasallam Tidak mengimami & Shalat sendiri & dizaman Abu Bakar demikian selama 2 th menjadi kholifah dan belum dihidupkan kembali Shalat Tarawih yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, baru di zaman Umar bin Khotob radiallahu anhu ketika Umar melihat masing² kaum musliimin didalam masjid Shalat sendiri² (Shalat malam di bulan Ramadhan) akhirnya beliau menunjuk salah seorang Shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yaitu Ubay untuk menjadi Imam bagi kaum musliimin & dihidupkan kembali Shalat Tarawih secara berjamaah yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selama beberapa hari, kemudian setelah beliau melihat kaum musliimin berkumpul & bermakmun dibelakang Ubay maka beliau mengatakan ucapan ini
Ini adalah sebaik² bid’ah.
Maksudnya adalah bid’ah secara bahasa bukan secara syariat. Secara bahasa karena sudah lama tidak dilakukan selama bertahun² berlalu bulan Ramadhan & tidak dilakukan kemudian sekarang dihidupkan kembali maka seakan² itu adalah sesuatu yang baru. Bukan Bid’ah secara syariat karena bid’ah secara syariat sesuatu yang mukhtaroah yg tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, adapun Shalat Tarawih pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah dilakukan oleh beliau beberapa hari secara berjamaah kemudian beliau tinggalkan karena takut diwajibkan. Sekarang sudah tidak ada kekhawatiran tsb karena wahyu sudah terputus dengan meninggalnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sehingga tidak dikhawatirkan lagi disana adanya perubahan hukum dia adalah sesuatu yang Sunnah & dianjurkan & tidak akan diwajibkan karena sudah selesai wahyu karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah meninggal dunia. Ini adalah pengertian
Bid’ah secara bahasa bukan secara syariat.
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]
Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu taala anhuma, beliau salah seorang ulama para Shahabat radiallahu taala anhum, beliau mengatakan,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
_Setiap Bid’ah itu adalah sesat meskipun manusia menganggap itu baik_
Setiap Bid’ah sebuah cara yang diada²kan didalam agama menyerupai syariat dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah (sesuatu yg baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) meskipun manusia memandang itu adalah baik.
Meskipun ada orang yang mengatakan ini adalah Bid’ah hasanah maka,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ،
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan bahwasanya setiap Bid’ah adalah sesat. Siapa yang menjadi ukuran disini? Ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam atau ucapan manusia? (Tentunya ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) kita umat beliau, mengikuti ucapan beliau bukan mengikuti ucapan manusia, beliau mengatakan
– كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ –
Dan Al Imam Malik rahimahullah (guru dari Imam Asy Syafi’i) beliau mengatakan,
من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة فقد زعم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خان الرسالة
Barangsiapa yang membuat Bid’ah (didalam Islam), menganggap bid’ah itu baik (sesuatu yg bagus dilestarikan kita lebih cinta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam daripada kita kumpul² bermaksiat)
يراها حسنة
_Dia memandang ini adalah perkara yang baik_
فقد زعم
_Maka sungguh dia telah menuduh Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam menghianati risalah Allah subhanahu wata'ala_
Ini Al Imam Malik seorang Imam diantara Imam² ahlu Sunnah & beliau adalah guru Al Imam Asy Syafi’i beliau mengatakan – يراها حسنة – meskipun dia menganggap & memandang itu adalah perbuatan yang hasanah, bid’ah yang hasanah sebagaimana diyakini oleh sebagian orang.
Al Hafidz Ibnu Hajar, beliau termasuk imam² ahlu Sunnah & bermazhab Syafi’i, beliau mengatakan,
فالبدعة في عرف الشرع مذمومة بخلاف اللغة فإن كل شيء أحدث على غير مثال يسمى بدعة سواء كان محمودا أو مذموما
Maka Bid’ah didalam syariat ini adalah tercela (seluruh Bid’ah dengan pengertian yg telah disebutkan) yaitu adalah – مذمومة – kesesatan, berbeda dengan bahasa, jika secara bahasa sebagaimana yg disebutkan maka termasuk diantaranya adalah Bid’ah didalam perkara dunia maka ini tidak masalah selama itu tidak bertentangan dengan syariat,
يخالف اللغة
Berbeda Bid’ah dengan secara bahasa
فإن كل شيء أحدث على غير مثال يسمى بدعة
Segala sesuatu yg dibuat tanpa ada permisalan sebelumnya maka maka itu dinamakan dengan Bid’ah.
Termasuk perkara² dunia
سواء كان محمودا أو مذموما
Sama saja apakah perkara tsb terpuji atau tercela.
Ini tambahan penjelasan dari Al Hafidz Ibn Hajar yang menunjukkan kepada kita bahwasanya secara syariat jika bid’ah tersebut adalah dengan definisi yg benar seperti telah disebutkan maka itu semuanya adalah majmumah / tercela, beliau adalah termasuk Imam diantara imam² yang bermazhab Syafi’i, itu yang beliau sebutkan semuanya adalah tercela, jika masalah / dilihat dari sisi bahasa maka disana ada Bid’ah yang hasanah seperti perkara² dunia maka ini adalah Bid’ah yang hasanah selama itu tidak bertentangan dengan syariat Allah subhanahu wata'ala.
Telah dinukil dari Umar bin Khattab,
نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
_sebaik² bid’ah adalah ini_.
Ini sering dinukil oleh sebagian saudara² kita yang membolehkan & mengatakan adanya bid’ah hasanah. Padahal yg dimaksud oleh Umar bin Khotob radiallahu taala anhu ini adalah Bid’ah secara bahasa bukan Bid’ah secara syariat. Bagaimana Umar bin khotob yang merupakan kholifah yang di sifati oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang Rosyid Al Mahdi dikenal dengan keteguhannya terhadap Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan bid’ah atau mencontohkan didalam agama, yang beliau maksud disini adalah Bid’ah secara bahasa bukan secara syariat.
Karena kalau kita melihat tentang asal usul diucapkannya ucapan tsb oleh Umar bin Khotob radiallahu taala anhu yaitu tentang Shalat tawarih yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selama beberapa hari ketika beliau masih hidup kemudian para Shahabat radiallahu taala anhum bermakmun dibelakang Beliau setelah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat semangat para Shahabat (melaksanakan Sunnah ini) beliau khawatir seandainya Shalat Tawarih ini diwajibkan atas umat beliau shallallahu 'alaihi wasallam & akhirnya pada hari berikutnya beliau tidak keluar dari rumahnya menuju masjid untuk mengimami kemudian di waktu subuhnya (saat itu para Shahabat menunggu semalaman) kemudian beliau mengabarkan kepada para Shahabat setelah Shalat subuh bahwa beliau melihat apa yang terjadi di Masjid bagaimana merek menunggu tapi beliau tidak keluar karena khawatir Shalat ini akan diwajibkan atas umat Islam, sehingga setelah itu beliau shallallahu 'alaihi wasallam Tidak mengimami & Shalat sendiri & dizaman Abu Bakar demikian selama 2 th menjadi kholifah dan belum dihidupkan kembali Shalat Tarawih yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, baru di zaman Umar bin Khotob radiallahu anhu ketika Umar melihat masing² kaum musliimin didalam masjid Shalat sendiri² (Shalat malam di bulan Ramadhan) akhirnya beliau menunjuk salah seorang Shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yaitu Ubay untuk menjadi Imam bagi kaum musliimin & dihidupkan kembali Shalat Tarawih secara berjamaah yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selama beberapa hari, kemudian setelah beliau melihat kaum musliimin berkumpul & bermakmun dibelakang Ubay maka beliau mengatakan ucapan ini
نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
Ini adalah sebaik² bid’ah.
Maksudnya adalah bid’ah secara bahasa bukan secara syariat. Secara bahasa karena sudah lama tidak dilakukan selama bertahun² berlalu bulan Ramadhan & tidak dilakukan kemudian sekarang dihidupkan kembali maka seakan² itu adalah sesuatu yang baru. Bukan Bid’ah secara syariat karena bid’ah secara syariat sesuatu yang mukhtaroah yg tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, adapun Shalat Tarawih pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah dilakukan oleh beliau beberapa hari secara berjamaah kemudian beliau tinggalkan karena takut diwajibkan. Sekarang sudah tidak ada kekhawatiran tsb karena wahyu sudah terputus dengan meninggalnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sehingga tidak dikhawatirkan lagi disana adanya perubahan hukum dia adalah sesuatu yang Sunnah & dianjurkan & tidak akan diwajibkan karena sudah selesai wahyu karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah meninggal dunia. Ini adalah pengertian
نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
Bid’ah secara bahasa bukan secara syariat.
***
[Materi halaqah diambil dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Ushulus Sunnah yang ditulis oleh Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah]